Waketum Kadin Indonesia Apresiasi Rencana Kenaikan PPN 12 Persen Hanya Untuk Barang Mewah; Bedakan dengan PPnBM

Jakarta, berita televisi. – Rencana Pemerintah dan DPR untuk membatasi penggunaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya 12 persen untuk produk bernilai tinggi mendapat dukungan dari anggota DPR RI dan Wakil Ketua. Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bambang Soesatyo (Bamsoet).

Bamsoet mengapresiasi kebijakan pemerintah dan RDK yang sepakat membatasi penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen hanya pada barang mewah, tidak menyasar berbagai kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan dasar lainnya seperti kesehatan dan pendidikan.

Ia optimistis rencana kebijakan yang mulai berlaku pada tahun 2025 tersebut dapat menciptakan kondisi perekonomian yang lebih baik. Namun, dia mengingatkan pemerintah harus hati-hati dalam membedakan PPN atas barang mewah dengan penjualan barang mewah (PPnBM).

Agar tidak terjadi kebingungan, sebaiknya pemerintah dan DPR memastikan berbagai barang mewah tersebut dikenakan PPN sebesar 12 persen. Karena ketentuan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, kata Bamsoet dalam Jakarta, Senin (9/12/24).

Menurut Bamsoet, untuk menghindari stagnasi sektor industri, kenaikan PPN sebesar 12 persen sebaiknya tidak menyasar bahan baku industri, termasuk barang manufaktur. Memang benar produk produksi dalam negeri terhimpit akibat perampasan produk impor yang saat ini dijual dengan harga melambung di pasar dalam negeri.

“Nilai strategis pembatasan penggunaan PPN sebesar 12 persen tidak hanya meringankan beban pengeluaran pemerintah, tetapi juga menjaga daya konsumsi rumah tangga sebagai salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Bamsoet.

Sektor SIM

Di saat daya beli masyarakat melemah, Bamsoet menilai pembatasan PPN sebesar 12 persen sudah cukup membantu puluhan juta usaha kecil dan menengah. Selain kenaikan PPN bagi sektor UKM, harga produk dan jasa yang mereka tawarkan tidak serta merta naik akibat kebijakan PPN yang baru.

Perhitungannya sederhana, jika dikenakan PPN sebesar 12 persen terhadap produk MOC serta harga barang dan jasa, maka MOC akan kehilangan pembeli atau pelanggan, kata Bamsoet.

Ia mengingatkan, ketika UKM gulung tikar akibat kenaikan harga barang dan jasa akibat kenaikan PPN, maka Kementerian Perhubungan akan memberhentikan karyawannya.

“Jadi, tidak bijak jika kebijakan PPN yang baru justru berujung pada peningkatan jumlah pengangguran karena ketidakmampuan MI dalam menjamin kelangsungan usahanya sendiri,” kata Bamsoet (hsb).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top