Jakarta, disinfecting2u.com – Pemerintah akan menerapkan persyaratan wajib halal bagi produk pangan dan usaha mikro kecil (UMK) mulai 18 Oktober 2024 hingga Oktober 2026.
Oleh karena itu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) membentuk dewan koordinasi (rakor) pengawasan jaminan halal guna mendorong pelaksanaan kewajiban sertifikasi halal.
“Upaya persiapan kami mendorong penerapan kewajiban sertifikasi halal berdasarkan undang-undang mulai 18 Oktober 2024.” kata Kepala BPJPH Muhammad Akil Irham dalam keterangan yang diperoleh disinfecting2u.com, Selasa (15 Oktober 2024) di Jakarta. Akil menjelaskan, Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 (PP) mengatur kewajiban sertifikasi halal tahap pertama terhadap makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, bahan penolong makanan dan minuman, produk pemotongan, dan jasa pemotongan. .
Sedangkan tahap pelaksanaannya akan berakhir pada Kamis (17 Oktober 2024).
Oleh karena itu, pada Jumat (18 Oktober 2024), jika ada produk yang tidak memiliki sertifikat halal, sesuai aturan, bisa dikenakan sanksi administratif.
Aqil menegaskan: “Dalam rangka wajib halal, pengawasan JPH merupakan bagian dari amanah BPJPH untuk memastikan badan usaha memenuhi kewajiban sertifikasi halal dan memenuhi kewajibannya berdasarkan Sistem Jaminan Produk Halal yang ditetapkan BPJPH.” .
Sementara itu, Dzikro, Direktur Pusat Pemantauan dan Pengembangan JPH, mengatakan rapat koordinasi khusus pemantauan yang bertujuan untuk mempersiapkan kegiatan pemantauan akan dimulai pada 18 Oktober 2024.
Rapat Koordinasi Pengawasan JPH ini diikuti oleh 1.032 peserta, diantaranya Pimpinan JPH dan Tim Pelayanan JPH dibawah Kanwil Kementerian Agama Provinsi dan Pemerintah Kota/Kementerian Agama.
Fasilitas pengendalian meliputi Rumah Potong Hewan (RPH) dan/atau Rumah Potong Hewan Unggas, Restoran, Bar atau Hotel, serta makanan dan minuman kemasan yang beredar secara modern dan tradisional. Dzikro menjelaskan.
Sementara itu, mengenai kriteria badan pengawas, Dzikro mengatakan mereka adalah perusahaan menengah dan/atau besar.
“Untuk mendukung pemantauan paralel tersebut, BPJPH telah menyiapkan petunjuk teknis pemantauan kewajiban sertifikasi halal tahap pertama,” ujarnya.
“Dulu kami mendapat usulan dalam pertemuan dengan kementerian, organisasi, dan pemangku kepentingan, serta dari kelompok kerja Kanwil pelayanan JPH,” lanjut Dzikro dari Kantor Urusan Agama Provinsi Indonesia.
Oleh karena itu, rapat koordinasi ini diadakan untuk menyelaraskan kesadaran akan pedoman tersebut dan menyelaraskan cara pemantauan dan tindakan.
“Kami serentak menggelar rapat koordinasi yang melibatkan Petugas Pemantau JPH di masing-masing provinsi dan Satgas JPH di provinsi, kabupaten/kota,” ujarnya.
Dzikro menambahkan, pemantauan dilakukan melalui badan koordinasi, salah satunya untuk mengumpulkan informasi terhadap badan usaha yang diduga tidak memenuhi kewajibannya berdasarkan ketentuan JPH.
“Sama seperti pengurusan sertifikat halal, produk rahasia juga wajib mendapatkan sertifikat halal pada tahap pertama,” ujarnya.
Sementara itu, sebagaimana dikemukakan Dzikro, pelanggaran yang terdeteksi dapat dipidana dengan dua cara: teguran tertulis dan larangan peredaran barang atau penarikan barang dari peredaran.
Rapat koordinasi membahas teknis terkait prediksi kendala yang mungkin terjadi di lapangan, yang tentunya akan sangat sulit terjadi di wilayah Indonesia manapun, ujarnya.
Jadi, kalau pihak bisa mengidentifikasinya, mudah-mudahan bisa memitigasi potensi hambatannya.
Insya Allah pertemuan hari ini akan mempermudah dan kita bisa mencari alternatif lain, ujarnya. (meletakkan)