Jakarta, disinfecting2u.com – Sekretaris Kelompok PDI Perjuangan (PDIP) DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo menegaskan perlunya menyikapi debat Pemilihan Pratama Daerah (Pilkada) melalui DPRD seperti yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto secara hati-hati. .
Menurutnya, sistem politik dan pemilu Indonesia harus terbuka terhadap kritik dan menyempurnakan mekanismenya guna mencapai tujuan negara.
“Prinsipnya sistem politik dan pemilu kita harus tetap dialektis, terbuka terhadap kritik dan otokritik, serta terus berupaya memperbaiki mekanismenya, baik sistem pemilu langsung maupun sistem perwakilan melalui DPRD. Tujuan utamanya adalah mewujudkan cita-cita nasional sebagai bangsa yang mandiri, berdaulat, adil dan makmur, kata Rio, Selasa (17/12) saat dihubungi awak media.
Rio mengatakan Pilkada DKI Jakarta 2024 bisa menjadi bukti bahwa pimpinan parpol yang kuat mampu mewujudkan harapan masyarakat Jakarta.
Dia mencontohkan pasangan Pramono Anung dan Rano Karno, keduanya kader PDI Perjuangan.
Pilkada DKI 2024 di Jakarta membuktikan kualitas kerangka produk pendidikan partai politik yang kuat mampu memenuhi kebutuhan dan harapan warga Jakarta, imbuhnya.
Namun, Rio menilai pembicaraan pemilihan pendahuluan daerah oleh DPRD tanpa disertai upaya perbaikan sistem politik akan memberikan kesan kemunduran demokrasi.
Menurut dia, permasalahan utamanya bukan pada cara pemilu, melainkan pada sistem politik Indonesia yang umumnya liberal dan pragmatis.
“Pembicaraan Presiden Prabowo yang akan memilih langsung kepala daerah melalui DPRD, tanpa upaya perbaikan sistem politik yang tidak perlu, tentu saja akan memancing pandangan akan kemunduran demokrasi Indonesia,” ujarnya.
Sebab permasalahan terbesar sebenarnya adalah sistem politik di Indonesia saat ini yang cenderung liberal dan kapitalis-realis sehingga menjadikan masyarakat hanya sebagai objek mobilisasi politik, lanjutnya.
Lebih lanjut ia membahas tentang sejarah pemilu demokratis di Indonesia yang sudah ada sejak masa kepemimpinan Bung Karno.
“Sejarah pemilu yang demokratis dan terbuka di Indonesia terus berlanjut sejak era kepemimpinan Bung Karno. “Pemilihan kepala daerah dilaksanakan pada tahun 1952, pemilu nasional serentak tahun 1955, dan pemilu DPRD tahun 1957. Pilkada serentak sebenarnya direncanakan pada tahun 1958 namun tidak terlaksana karena kondisi politik internasional dan nasional,” jelasnya.
Dwi Rio mengingatkan, pidato ini tidak hanya sekedar mengulas tata cara pemilihan kepala daerah, tapi juga menjadi momentum perbaikan sistem politik yang mendukung kerakyatan dan demokrasi. (agr/nsi)