disinfecting2u.com – Ustaz Adi Hidayat menjelaskan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat mengambil air cucian sebelum memulai shalat.
Guru Adi Hidayat menjelaskan bahwa air cucian sangat penting sebagai wujud kesucian dalam shalat.
Guru Adi Hidayat mengatakan, air cucian membersihkan tubuh Hadas sehingga shalat tetap suci.
Namun Ustad Adi Hidayat mengingatkan, ada beberapa aturan agar air cucian tetap sah setelah ditelan atau digunakan.
Guru Adi Hidayat mengatakan, jika seorang mukmin tidak mengikuti aturan ini, ada risiko wudhunya batal.
Foto mengusap wajah saat berwudhu. (iStockFoto)
Hal ini mengingatkan kita bahwa banyak orang yang langsung menyeka wajahnya dengan handuk setelah dicuci.
Meski Anda akan bersih dengan prosedur ini, namun ada kemungkinan air cucian yang menempel di wajah akan hilang. Lantas, bolehkah menyeka wajah dengan handuk dari air cucian? Guru Adi Hidayat menjelaskan mengenai hal tersebut.
Seperti dikutip disinfecting2u.com, Rabu (3/10-2024) di kanal YouTube resmi Adi Hidayat, Ustaz Adi Hidayat menjelaskan, kotoran yang menempel di wajahnya langsung dibersihkan dengan handuk.
Dia mengklarifikasi hal ini setelah menerima pertanyaan dari pemerintah kota tentang handuk untuk menyeka air cucian ke wajah atau kepala.
“Bolehkah mengusap bagian tubuh setelah berwudhu, misalnya setelah berwudhu, kepala?”
Direktur Kwant Akhyar Institute mengatakan, tetap diperbolehkan menyeka wajah dengan handuk setelah dicuci.
Menurutnya, segala sesuatu sebelum dan sesudah pencucian tidak ada pengaruh hukumnya apakah benar atau salah.
Namun hal ini berpotensi membatalkan wudhu dan selesainya ibadah.
Beliau mencontohkan, jika seseorang berwudhu atau mendengar suara siulan secara tiba-tiba, hendaknya ia kembali mengambil air wudhu.
Misalnya, jika ada suara yang keluar dari bagian tubuh yang diketahui membatalkan wudhu setelah berwudhu, maka dampaknya akan langsung terasa, jelasnya.
Ustad Adi Hidayat berpesan kepada umat beriman untuk segera menggali secara detail berbagai hal yang melanggar wudhu atau makruh atau dibolehkan.
Beliau juga mengatakan bahwa makruh jika seorang mukmin memakan makanan yang mempengaruhi baunya dan mempengaruhi shalatnya.
Misalnya, jika seorang mukmin makan petai atau jengkol, makanan yang mengeluarkan bau tidak sedap itu bisa membatalkan shalat.
Hal ini menyebabkan mukmin segera kembali mengambil air cucian, agar shalatnya tetap khusyuk.
Guru Adi Hidayat mengatakan, jika makanan yang dimakan tidak berbau, bisa dibersihkan.
Misalnya menyikat gigi setelah makan makanan yang tidak berbau tidak mempengaruhi buang air besar.
“Boleh, hal-hal yang diperbolehkan seperti menyeka air yang menempel di bagian tubuh setelah berwudhu tidak menjadi masalah,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, tidak etis mengadakan pertemuan saat seseorang berada dalam kondisi lain, misalnya saat wajahnya basah.
Lebih lanjut, lulusan UIN Bandung itu memperhatikan ada kemilau di wajahnya akibat sisa kotoran.
Menurutnya, hal itu diibaratkan seperti bekas kotoran di wajah.
“Wudhu ini mempengaruhi keadaan atau suasana batin kita, sehingga menyucikan diri,” ujarnya.
“Jadi bisa menggerakkan bagian tubuh, sehingga bisa berperilaku baik,” lanjutnya.
Khatib karismatik asal Pandeglang ini mengatakan, wudhu tidak hanya membersihkan bagian luarnya saja, tapi juga mendatangkan kebaikan.
Ia meyakini tujuan wudhu adalah untuk memunculkan cahaya atau aura kebaikan dalam diri seseorang.
Dikatakan bahwa “kebaikan yang dihasilkan dari wudhu adalah bersih lahiriahnya, kemudian memberikan efek positif dan menimbulkan aura cahaya atau kemuliaan.”
‘Itu akan bersinar pada hari kiamat. Seperti yang dinyatakan, lanjutnya.
Ia menjelaskan berdasarkan penjelasan Nabi Muhammad SAW bahwa ketika seseorang dipanggil pada hari kiamat, maka ia akan bersinar.
Sebagian ulama mengatakan bahwa ada metafora yang dapat dipahami melalui tanda-tanda wudhu.
“Jadi kalau membasuh seluruh badan, ada hadis Islam yang mengatakan bahwa dosa orang yang berwudhu dengan benar akan berkurang seiring dengan berkurangnya air tersebut,” imbuhnya.
“Mencuci yang benar mengubah perilaku kita dan memengaruhi bagian tubuh yang kita gunakan untuk berkomunikasi dalam kehidupan. Itu menciptakan cahaya,” lanjutnya.
Oleh karena itu, beliau mengatakan, menyeka wajah dengan sapu tangan setelah berwudhu dalam keadaan yang tidak memungkinkan tetap diperbolehkan, seperti halnya dalam pertemuan bisnis.
“Jadi kalau kondisinya basah dan perlu dilakukan pekerjaan untuk mengeringkannya, tidak bisa dilap,” ujarnya.
(gwn/gigitan)