Nanjuks, Tvonews.com – Penelitian yang telah dipaparkan mengikuti seorang anak bidan berusia tujuh tahun di daerah Megjik yang mengalami panas terus menerus. Pelapor, yang merupakan korban pelaku kekerasan, menyerukan sistem peradilan untuk mengkonfirmasi kesalahpahaman tersebut.
Permintaan ini dibuat setelah rilis mengkritik cincin tersebut dan percaya bahwa pekerjaan kasus tersebut akan tetap dilakukan.
Peristiwa itu terjadi di Desa Kemlooles, Kecamatan Baron, Kabupaten Nannjuk, pada Minggu, 29 September. Seorang anak perempuan dengan Mn (7) Mereka menderita di bagian wajah dan luka karena banyaknya kekerasan yang dikatakan bidan lagu yang dibawakan kepada bayi yang baru lahir.
Seorang wartawan bernama Marmi (49) yang turut merawat korban mengungkapkan rasa tidak senangnya dengan tertundanya situasi tersebut.
“Kami ingin Hukum dilindungi semaksimal mungkin. Pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Hukum,” kata Marmi saat dikonfirmasi TVonews.com kepada Talwally Selasa (8/10).
“Jadi bukan kata rekonsiliasi, lanjut sistem peradilan bidan, karena hal seperti itu tidak terjadi pada orang lain. Selain itu, mereka juga meminta izin yang diperlukan dan melihat izin untuk kesetaraan dan pelaksanaan bidan.
“Kami tidak ingin kasus ini berlarut-larut. Ini mengacu pada hak anak sebagai korban kekerasan dan pelanggaran hukum. Kami mohon penyidiknya ada penerjemah dan ahlinya,” kata Marmi.
Meski terkait persoalan mediasi antara narator dan pelaku.
“Pencegahannya tidak benar, saya tidak pernah puas dengan kasus penganiayaan terhadap bidan,” jelas Marmi.
Lebih lanjut, Marmi menjelaskan, jika penyelesaian atau penghapusan laporan tersebut saya belum pernah melakukan jika ada informasi terkait dia yang benar dan sudah saya sampaikan ke pihak berwajib, termasuk kepala desa.
“Masih belum ada rekonsiliasi atau laporan. Yang penting menjauh atau korban harus saya move on,” kata Marmi.
Di tempat lain, Ketua Cabang Ikatan Bidan Seluruh Indonesia (IBI), Kundarinan menjelaskan jika bahasa tersebut diterima. Kami di kelompok ini jelas memberikan sanksi yang ringan, bukan sanksi yang berat.
“Sanksinya berbeda menurut bidan dan bidan,” jelas Kundyana.
“Untuk menjatuhkan sanksi, kami sebagai organisasi terlebih dahulu melakukan penyelidikan menyeluruh, menurut para bidan, dan bidan tersebut berdiri.
“Namun sampai saat ini karya Sun Sunik adalah karya dan karya, kami berhenti jadi ibu matahari, dia mampu menenangkan Kundarin.
Sedangkan untuk urusan hukum, menurut pimpinan Ibi Nganjuk ini, bukan kuasa organisasi jika organisasi menyelesaikan permasalahan usahanya yaitu memberikan ilmu hari ini dan menghidupkan kembali Semangat Jalan.
Jadi mohon maaf, kalau kasus hukumnya sudah selesai, kalau memang pengacara membenarkan hukumnya, belum selesai, tutupnya bersama rombongan. (Kso/ayam)