Medan, disinfecting2u.com – BPJS Kementerian Ketenagakerjaan dan Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemenaker) memaparkan hasil pemantauan terpadu pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan yang dilaksanakan kedua belah pihak pada tahun 2023 2024. Hasil kinerja disampaikan langsung oleh Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Pramudja Iriavan Buntoro dan Direktur Pengembangan Inspektorat Standar Ketenagakerjaan Indonesia Yuli Adiratna. Medan, Kamis 12 Desember 2024.
“Terima kasih kepada Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan RI atas hasil kerja sama pengawasan terpadu ini. Bersama-sama kita berhasil memulihkan hak-hak pekerja sebesar Rp37,83 miliar yang juga memulihkan keuangan negara. “Ini merupakan sinergi yang sangat baik untuk melindungi pekerja Indonesia,” kata Pramudja Iriawan Buntoro.
Kegiatan pemantauan terpadu diketahui telah dilaksanakan di tingkat pusat terhadap 228 pengusaha/unit usaha yang tersebar di 8 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Tengah. Sulawesi.
“Kami memahami bahwa BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa berdiri sendiri dalam konteks kepatuhan. Oleh karena itu perlu kerja sama dengan pemangku kepentingan, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan, Dinas Ketenagakerjaan, karena tentunya kewenangan kita juga perlu diperkuat, tambah Pramudja.
Ia juga menjelaskan, kepatuhan tersebut penting untuk dijaga agar seluruh pekerja mendapatkan hak konstitusionalnya, yaitu perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga seluruh pekerja dapat bekerja keras dan tanpa rasa khawatir atas segala risiko yang mungkin timbul selama bekerja.
BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan terhadap risiko sosial ekonomi kepada pekerja dan keluarganya jika terjadi risiko kerja seperti risiko kecelakaan kerja, risiko hari tua dan pensiun, kehilangan pekerjaan atau pemecatan, dan risiko kematian.
Hingga Desember 2024, BPJS Ketenagakerjaan memiliki 43,43 juta pekerja terdaftar aktif, dimana 28,1 juta diantaranya merupakan penerima upah (Penerima Upah), 9,12 juta pekerja berasal dari segmen pekerja informal atau bukan penerima upah (BPU), dan 6,2 juta pekerja. juta pekerja jasa konstruksi dan pekerja migran Indonesia (PMI).
Kegiatan pemantauan kinerja pengawasan terpadu ini juga dilakukan bersamaan dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang pengamanan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk mendukung kelapa sawit berkelanjutan. Beberapa pihak turut hadir seperti BPJS Kesehatan, Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumut dan perwakilan perusahaan industri perkebunan.
Selain itu, Julia Adiratna, Direktur Pengembangan Inspektorat Standar Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan RI, mengatakan upaya pihaknya dalam pengawasan terpadu hanya untuk kepentingan dan kesejahteraan pekerja, terutama dalam hal kepatuhan unit usaha atau pengusaha dalam memberikan perlindungan sosial ketenagakerjaan, hal ini akan berdampak pada keberlangsungan perusahaan itu sendiri, karena pekerja yang dilindungi akan lebih produktif dan terlindungi dari risiko kerja.
“Departemen adalah pemain penting dalam inspeksi bersama ini. Kami juga melakukan sosialisasi pentingnya jaminan sosial, menjalin kerja sama dengan asosiasi pengusaha dan sahabat serikat pekerja. Bagaimana menjadikan jaminan sosial sebagai milik bersama adalah untuk melindungi semua orang. “Bagaimana kita bisa bersama-sama menerapkan cakupan jaminan sosial universal bagi seluruh masyarakat Indonesia,” pungkas Julia.