Jakarta, tvvvonsws.com – Tom Lembong, mantan presiden saksi ahli Huda menyoroti peran penting Audit Tertinggi (BPK) untuk menentukan kerugian negara.
Namun, Kantor Jaksa Agung (Agustus), melalui Zulkipli, menekankan bahwa laporan BPK bukan persyaratan mutlak untuk menentukan tersangka korupsi.
“Tidak ada aturan yang mengharuskan laporan BPK menjadi syarat untuk mendefinisikan tersangka. Ini tidak diatur,” kata Zulkipli Kamis setelah persidangan di hadapan Pengadilan Distrik Selatan -Jokarta (21.11.2014).
Menurut Zulkipi, pendapat ahli yang disajikan oleh Tom Lembong hanya umum dan tidak khas dari perjanjian tersebut.
Dia meyakinkan tersangka untuk menentukan tersangka sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Definisi tersangka mengacu pada setidaknya dua bukti, sebagaimana ditentukan oleh nomor 21 dan 2016 di Pengadilan Konstitusi. Ini adalah standar hukum,” jelas Zulkipli.
Mengenai argumen bahwa perhitungan kerugian negara hanya dapat dilakukan oleh BPK, Zulkipli menjelaskan bahwa pendekatan tersebut lebih relevan dengan hukum administrasi negara.
Menurut korupsi (korupsi), pendekatannya berbeda.
“Hukum pidana memiliki otonomi untuk menentukan kerugian negara sendiri tanpa selalu merujuk pada mekanisme hukum administrasi. Ini disebut teori kemerdekaan pidana,” jelasnya.
Zulkipli menambahkan bahwa kantor pengacara akan menghadirkan lima saksi ahli pada pertemuan berikutnya, empat di antaranya hadir secara langsung, sementara satu membuat pernyataan tertulis.
Di sisi lain, Zulkipli membantah pernyataan Tom Lembong, yang mengatakan dia tidak diberi kesempatan untuk memilih pengacara setelah disebut curiga dan diklaim berada di bawah tekanan jaksa penuntut.
“Jika Anda menekan, Anda harus ditransmisikan. Semua proses kontrol diawasi oleh CCTV. Jika sebenarnya ada paksaan, kami siap untuk membuktikan sebaliknya,” kata Zulkipli.
Audiens ini sebelum persidangan berlanjut dengan agenda bukti terdakwa setelah pemohon telah mengeluarkan saksi ahli. Persidangan direncanakan sampai besok. (AAG)