Tiga Poin Psikologi Perkembangan Anak dalam Qur’an, Ustaz Adi Hidayat: Hati-hati Jika Gagal di Sini, Anak Akan…

disinfecting2u.com – Ustaz Adi Hidayat (UAH) berbagi tiga jenjang pendidikan anak berdasarkan perkembangannya.

“Hati-hati dan gagal disini, bisa jadi anak ini tidak menghormati orang tuanya,” saran UAH.

Lalu apa saja tiga aspek psikologis tumbuh kembang anak dalam Al-Quran?

Kemudian Ustaz Adi Hidayat menjelaskan, di dalam Alquran terdapat psikologi tentang tumbuh kembang anak.

“Jadi kalau saya uraikan seperti ini, terbagi menjadi tiga bagian. “Ada level pertama, level kedua, level ketiga,” ujarnya.

“Ini tahap pertumbuhan, sedangkan ini masih di kisaran 0-2 sampai sekarang 7 atau 9 tahun, saya ambil 7 tahun, 7 sesuai urutan hadis,” jelas UAH menambahkan.

Sebab, pada usia 7 tahun anak sudah digiring untuk shalat.

“Sudah 7 tahun saya mulai shalat ya? Anda memberi instruksi yang tegas, berarti 10 tahun baru Anda memberi saya sedikit instruksi yang tegas,” jelasnya.

Pada langkah pertama ini, kata Ustaz Adi Hidayat, jalan dalam Al-Qur’an sering menggunakan kata Bunayya yang artinya sayang.

“Kalau kita temukan di Al-Quran pada langkah-langkah tersebut, caranya selalu menggunakan bunayya-bunayya. Kemudian dari anak hingga nama panggilan bapaknya selalu abati abati abati,” lanjutnya.

Oleh karena itu, menurut Ustaz Adi Hidayat, jelas pada tahap pertama ini, usia 0-7 tahun harus banyak menggunakan kata-kata cinta dan perilaku yang menunjukkan rasa cinta orang tua kepada anaknya.

“Artinya saat ini lebih memberikan kasih sayang pada ombak untuk membangkitkan perasaan anak terhadap kedua orang tuanya,” kata UAH.

“Tolong tampil beda, pintar, cantik, cantik, soleh ayah anakmu, Masya Allah dalam hal ini. Tapi jangan dikasih ciri fisiknya,” lanjut UAH.

Kemudian pada tahap selanjutnya yaitu rentang usia pubertas, mulai menggunakan perintah.

Namun, orang tua harus ingat bahwa mereka memberi perintah tanpa kehilangan rasa cinta atau kasih sayang.

“Di bagian ini sayangnya ada, tapi dikurangi dan ditambah dengan pesanan bersama,” saran UAH.

“Kalau di sini 7 tahun di puncak pembangunan, misalnya di Bunayya 16-17, sayangnya masih ada tapi digabung dengan ketertiban,” lanjut UAH.

Menurut Ustaz Adi Hidayat, hal ini bertujuan untuk mengurangi sifat koruptif dan mewujudkan kebebasan primer.

“Kalau diteruskan di usia segini, sayang sekali tidak ada pesanan sama sekali, maka tidak akan mau memesan kecuali jika menyetujui keinginannya,” jelas UAH.

“Nanti dirusak, lalu mereka mulai menata, misalnya mengurus sampah di mana, memberi teh, dan mulai mengumpulkan, ada yang jelas pelan-pelan,” lanjut UAH.

Kemudian pada tahap akhir, Ustaz Adi Hidayat mengingatkan kita untuk berdiskusi.

“Yang terakhir kalau muncul di tahap pengembangan sekunder, seringnya pihak berwenang sudah tidak terima lagi, tapi pembahasannya sudah dimulai ya,” jelas UAH.

Jika seorang anak disuruh salat di masjid, maka anak tersebut akan berkata kepada bapaknya, kenapa dan seterusnya.

“Nah, maksudnya betapa pentingnya argumentasi, kalau berdebat ada langkah-langkahnya,” kata UAH.

Jika setiap langkahnya berjalan dengan baik, Insya Allah anak akan mendapat pendidikan yang baik.

“Biasanya langkah pertama menyusul, dan jika diikuti langkah pertama maka hasilnya seperti Nabi Ismail AS,” kata UAH.

Intinya kalau langkah-langkah ini berjalan dengan baik, maka level yang lebih tinggi akan lebih mudah, kata UAH.

Lalu bagaimana jika ada sesuatu yang hilang?

Ustaz Adi Hidayat berpesan untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengutarakan pikirannya.

“Tetapi jika hal ini terjadi, setidaknya ketika dia sudah dewasa berikan dia kesempatan untuk menyuarakan argumennya,” saran UAH.

“Jangan dipotong terus, kurangi pesanannya dan beri dia kesempatan berdiskusi,” lanjut UAH.

Meski demikian, Ustaz Adi Hidayat menekankan pentingnya perhatian ayah terhadap anak sejak usia dini.

Meski sibuk mencari nafkah, para ayah harus berusaha dekat dengan anak-anaknya.

Ustaz Adi Hidayat meminta umat Islam mencontoh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail As.

Meski beliau mengatakan bahwa Nabi Ibrahim tinggal di Palestina, namun beliau juga menaruh perhatian pada Nabi Ismail yang berada di gurun pasir.

Meski kiprah Nabi Ibrahim di Palestina, putranya Ismail Alaihissalam di Mekkah, terbilang unik. Tapi kita masih punya waktu untuk melihat, Pak, dengan siapa kita bermain-main dan kalaupun kita ingin menikah, kita selalu tahu siapa calon yang mana. adalah siapa yang akan kita nikahi,” kata UAH.

Meski para ayah mencari uang di luar rumah, Ustaz Adi Hidayat berpesan untuk mendengarkan anaknya.

“Di sana ada warning. Enaknya kalau ke luar kota lewat video call. Tanya kabar, sayang masih masuk ya?”

Jika hal ini dilakukan, pasti akan terasa akibatnya suatu saat nanti.

“Jika hal ini bisa dilakukan maka masukan dari anak tentu akan bermanfaat,” kata UAH.

“Inilah yang dilakukan Ismail Alaihi Salam, meski belum kembali ke sana, namun ketika melihat ayahnya terbebani pekerjaan, ia memaksakan diri untuk membantu (saat mempelajari Ka’bah),” lanjut UAH.

Hal tersebut menurut Ustaz Adi Hidayat adalah pembaharuan yang diterimanya ketika seorang ayah mendekati anaknya.

“Karena perhatiannya sangat tinggi, maka ada reaksi dari anak ketika melihat bapaknya sedang membawa beban dan tiba-tiba anak tersebut mengambil batu di seberang tempat asalnya,” kata UAH.

Ini adalah contoh ketika Nabi Ismail belum dewasa. Sedangkan contoh setelah pubertas dan harus adanya komunikasi antara ayah dan anak adalah contoh dalam Al-Qur’an dalam kisah pembunuhan.

Saat mendapat perintah dari Allah SWT untuk membunuh putra kesayangannya, Nabi Ibrahim memanggil Ismail As dalam perselisihan.

Hasil pidatonya menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim menghormati dan mencintai ayahnya.

Sebab dalam firman Allah SWT disebutkan firman Allah Abati yaitu firman cinta dan hormat kepada ayah.

“Ketika anak dan bapak mendekatkan diri kepada Tuhan secara bersamaan, maka yang terjadi adalah rahmat Tuhan yang melimpah,” jelas UAH.

“Allah mengirimkan kebahagiaan, mengirimkan persatuan, mengirimkan kebaikan, semua anak yang dilahirkan baik dan di atasnya adalah tempat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam,” lanjut UAH.

Ustaz Adi Hidayat menegaskan, ayah dan anak yang bersama-sama mendengarkan Tuhan akan dikaruniai putra dari generasi mana pun yang lebih baik dari ayah dan anak.

Wallahu’alam Bishawab

(meletakkan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top