Jakarta, disinfecting2u.com – Pemerintah akan tetap menerapkan kebijakan baru pajak penjualan (PPN) sebesar 12 persen mulai Januari 2025 meski mendapat tentangan dari masyarakat. Pajak pertambahan nilai sebesar 12 persen ini merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Tata Cara Perpajakan (UU HPP).
“Kita diskusi sama ibu-ibu, lalu undang-undangnya sudah ada. Perlu kita persiapkan agar bisa dilaksanakan, tapi ada penjelasannya dengan baik,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan anggota Komite XI. DPR, Rabu (13/11/2024).
Tarif PPN di Indonesia tidak berubah sejak tahun 1983 atas pesanan baru. Sesuai UU Nomor 8 Tahun 1983, tarif PPN Indonesia saat itu adalah 10 persen.
Namun pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tarif pajak naik menjadi 11 persen mulai 1 April 2022.
Kemudian, mulai 1 Januari 2025 pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, PPN akan dinaikkan menjadi 12% dari PPN Indonesia yang merupakan tertinggi di ASEAN.
Dengan tarif PPN baru sebesar 12 persen, Indonesia menduduki peringkat pertama bersama Filipina yang merupakan negara dengan tarif PPN tertinggi di Asia Tenggara atau ASEAN.
Di negara lain, pajak pertambahan nilai disebut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau alternatifnya, Pajak Barang dan Jasa (GST). Diambil dari Global Tax Compliance, berikut tarif pajak atau PPN negara-negara ASEAN:
1. Brunei Darussalam: 0 persen
2. Laos: 10 persen
3. Malaysia: pajak penjualan 10 persen dan pajak pelayanan 8 persen
4. Filipina: 12 persen
5. Singapura: 9 persen
6. Thailand: 7 persen
7. Vietnam: 8 persen
8. Myanmar: 5 persen (dapat meningkat hingga 100 persen untuk barang/jasa tertentu)
9. Timor Leste: PPN dalam negeri 0%, PPN impor barang/jasa 2,5%.
10. Indonesia: 11 persen (meningkat menjadi 12 persen pada tahun 2025)
11. Kamboja: 10 persen
PPN telah digunakan selama bertahun-tahun karena memberikan insentif baru bagi bisnis untuk mendaftar dan menyimpan faktur.
PPN menghindari dampak pajak penjualan dengan memungut pajak pertambahan nilai pada setiap tahap produksi.
Oleh karena itu, di seluruh dunia, PPN lebih disukai dibandingkan pajak penjualan tradisional.
Pajak pertambahan nilai dianggap sebagai metode yang baik karena merupakan pajak konsumsi, artinya dikenakan atas produk dan jasa pada saat dibeli oleh konsumen.
Hal ini menjadikan sistem perpajakan lebih efisien dan adil, karena hal ini berdampak pada mereka yang mampu membeli barang dan jasa, namun hanya memberikan dampak yang kecil terhadap masyarakat miskin.
Selain itu, PPN merupakan sistem perpajakan yang sederhana dan transparan, karena diterapkan di semua tingkat produksi dan distribusi, sehingga pengelolaan dan penegakan pajak menjadi lebih mudah.
Pajak pertambahan nilai dapat meningkatkan pendapatan pemerintah karena mendorong dunia usaha untuk mendaftar dan berpartisipasi dalam sistem perpajakan, sekaligus mengurangi insentif untuk penghindaran pajak.
Secara keseluruhan, PPN merupakan cara yang baik untuk memungut pajak karena merupakan pajak konsumsi yang sederhana, transparan dan efisien, serta dapat meningkatkan pendapatan pemerintah. (nba)