Jakarta, disinfecting2u.com – Juru Bicara Kementerian Agama (Kemenag) Sunanto mengatakan, pihaknya mengapresiasi rekomendasi yang diberikan Panitia Khusus (Pansus) Kuesioner Haji DPR “Saya melihat rekomendasi Pansus ini penting untuk revisi regulasi untuk perbaikan. “Tentu kami hormati dan hargai,” kata Sunanto, berdasarkan informasi yang diperoleh disinfecting2u.com di Jakarta, Selasa (1/10/2024).
Hal itu diungkapkan Cak Nanto, sapaan akrab Ketua Panitia Angket Haji Khusus Nusron Wahid, saat membacakan lima rekomendasi pada Rapat Paripurna DPR ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 di Senayan, Jakarta, Senin ( 30/30). 9/2024).
Mengenai rekomendasi pertama Pansus yang meminta revisi UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh serta UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Ibadah Haji, mengingat kondisi terkini dalam peraturan dan model penyelenggaraan haji di Arab Saudi, Cak Nanto mengatakan, Kementerian Agama sudah memintanya sejak awal.
“Pertama UU Nomor 8 Tahun 2019. Sebab, sebagai penanggung jawab penyelenggaraan ibadah haji reguler, Kementerian Agama sangat merasa perlu adanya revisi regulasi, apalagi mengingat dinamika politik penyelenggaraan haji di Arab Saudi,” bantah Cak Nanto. .
Suasana Masjidil Haram Saat Ibadah Haji 2024 (Sumber : Dok Media Center Haji)
Cak Nanto lantas mencontohkan, sejak tahun 2023 Arab Saudi mengumumkan kuota haji lebih awal dari biasanya.
Sementara itu, pada saat yang sama, Kementerian Saudi merilis jadwal tahapan persiapan ibadah haji berdasarkan kalender Hijriah.
Sedangkan proses pengelolaan program dan anggaran pemerintah Indonesia masih menggunakan kalender Masehi.
“Jadi, dalam beberapa hal, ada kalanya mengharuskan penyelenggara untuk lebih cepat menetapkan aturan dan mempersiapkan lebih awal. Hal-hal itu tidak masuk dalam aturan,” jelas Cak Nanto.
Kemudian pada contoh lain, Cak Nanto menyinggung soal pendanaan untuk mahram atau jamaah pendamping.
Menurut dia, aturan yang berlaku saat ini tidak membeda-bedakan biaya yang harus dibayar oleh jemaah yang mengikuti penggabungan mahram, meski masa tunggunya lebih singkat dibandingkan jemaah yang masuk kuota.
Oleh karena itu, masa tunggu pemberangkatan jamaah haji dengan kombinasi mahram dan pendamping, sesuai aturan, paling lama lima tahun.
Namun, pendanaan gereja sama dengan menunggu gereja dalam jangka waktu yang lebih lama, mungkin 12 hingga 13 tahun.
“Hal seperti ini perlu disikapi dengan penyempurnaan regulasi. Untuk saat ini Kementerian Agama terus melakukan harmonisasi regulasi,” kata Cak Nanto.
Kemudian, rekomendasi kedua dari Panitia Khusus Haji DPR adalah perlunya sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam penetapan kuota haji, khususnya haji khusus, termasuk alokasi kuota tambahan.
DPR mengatakan, setiap keputusan yang diambil DPR harus berdasarkan peraturan yang jelas dan dikomunikasikan secara terbuka kepada publik.
Terkait hal tersebut, Cak Nanto mengatakan hingga saat ini sistem penetapan kuota bersifat terbuka dan mengacu pada UU No. 8 Tahun 2019, khususnya pada pasal 8 dan pasal 9.
“Penetapan kuota haji sebenarnya merupakan kewenangan preskriptif yang diberikan undang-undang kepada Menteri Agama (Menag),” ujarnya.
Pasal 64 juga jelas bahwa alokasi kuota khusus haji sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia adalah kuota utama, bukan kuota tambahan, lanjutnya.
Cak Nanto mengatakan, dalam sejarah penyelenggaraan ibadah haji, Indonesia setidaknya sudah tiga kali mendapat tambahan kuota.
Praktik distribusinya tidak sama setiap tahunnya.
Misalnya pada tahun 2019, Indonesia mendapat tambahan kuota sebanyak 10.000 yang seluruhnya diberikan kepada jemaah haji reguler.
“Pada tahun 2022, Indonesia mendapat kuota sebanyak 100.051 yang terbagi atas 92.825 untuk haji reguler dan 7.226 untuk haji khusus,” ujarnya.
“Persentase kuota haji khusus hanya 7,2 persen, bahkan tidak sampai 8 persen. Kemudian, PIHK akan menggugat Kementerian Agama. “Tapi memang benar keputusan Arab Saudi pembagian ini,” lanjut Cak Nanto.
Kemudian pada tahun 2023, Indonesia akan mendapat tambahan kuota sebanyak 8.000, yang terdiri dari 92 persen untuk jamaah haji reguler dan 8 persen untuk jamaah haji khusus.
Sedangkan pada tahun 2024, Indonesia mendapat tambahan kuota yang cukup besar yakni 20.000 yang kuotanya dibagi rata antara haji reguler dan haji khusus.
“Kemenag tentunya akan melakukan berbagai kajian untuk mempertimbangkan alokasi tambahan kuota,” ujarnya.
Cak Nanto juga meyakinkan Kementerian Agama akan memperbaiki prosedur dan mekanisme pengisian kuota serta meningkatkan transparansi dalam memberikan informasi kepada masyarakat umum.
Misalnya, kuota utama dan kuota tambahan diumumkan secara terbuka kepada masyarakat melalui saluran berita resmi Kementerian Agama, ujarnya.
Sedangkan untuk rekomendasi ketiga, dimana Pansus merekomendasikan agar dalam pelaksanaannya ke depan, peran negara dalam fungsi kontrol dalam penyelenggaraan ibadah haji khusus harus lebih diperkuat dan dioptimalkan, Cak Nanto menyatakan setuju. dengan semangat Kementerian Agama untuk memperkuat administrasi.
“Beberapa hal sudah kami lakukan khususnya untuk penyelenggaraan umrah,” jelasnya.
“Kami sudah membentuk tim khusus untuk memantau umrah. Kedepannya mungkin akan diperluas dengan mencakup tim khusus pemantau haji,” lanjut Cak Nanto.
Sementara itu, tanggapan Cak Nanto terhadap rekomendasi keempat, dimana panitia angket mendesak penguatan peran lembaga pengawasan internal pemerintah (seperti Inspeksi Umum Kemenag dan BPKP) agar lebih detail dan kuat dalam pengawasan penyelenggaraan haji. pelaksanaannya, Chuck Nando mengatakan, dalam proses penyelenggaraan ibadah haji, Kementerian Agama melibatkan berbagai pihak.
“Untuk pengawasannya dimulai dari Irjen, BPK, DPR dan DPD RI, serta kementerian dan lembaga lainnya sebagai pengawas internal dan eksternal,” tegasnya.
“Dalam beberapa kasus, misalnya pada jasa akomodasi/hotel di Arab Saudi, klausul kontrak membuka peluang bagi aparat penegak hukum Indonesia untuk terlibat dalam penanganan tindak pidana korupsi,” lanjut Cak Nanto.
Cak Nanto juga mengatakan, sejak awal Kementerian Agama telah memperkuat kerja sama dengan aparat penegak hukum.
Hal ini untuk mencegah dan memitigasi segala bentuk penyimpangan dalam pelaksanaan ibadah haji, ujarnya.
Terakhir, rekomendasi kelima, Pansus berharap pemerintahan ke depan mengisi jabatan Menteri Agama RI dengan sosok yang dinilai lebih berkompeten dan mampu mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengelola ibadah haji.
Untuk urusan ini, Chuck Nando menegaskan, kalau menyangkut menteri, itu hak prerogratif Presiden.
“Kalau menterinya, itu hak prerogratif Presiden. “Itu menyangkut penilaian keterampilan dan kemampuan,” kata Cak Nanto.
Namun, Cak Nanto menjelaskan, jika melihat fakta, dalam tiga tahun terakhir Kementerian Agama melakukan banyak hal di bawah kepemimpinan Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Men.
“Bahkan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, Kementerian Agama dalam tiga tahun terakhir mencapai keberhasilan yang sangat memuaskan dalam pelayanan haji,” kata Chuck Nando.
Ia juga mengatakan, selama kepemimpinan Gus Men, banyak prestasi yang diraih Gus Men.
Direktorat Jenderal Bimbingan Islam misalnya, mencatat ada 1.364.937 katoin (calon pengantin) yang mendapat manfaat dari program nikah gratis di KUA.
Menurut Cak Nanto, keberhasilan tersebut tidak lepas dari proses revitalisasi KUA yang telah dilakukan selama ini.
Tercatat hingga saat ini sudah ada 1.206 KUA yang dibangkitkan.
Cak Nanto kemudian mengatakan, hingga September 2024, sebanyak 255.989 bidang tanah wakaf telah mendapat sertifikat wakaf.
Dengan terjaminnya harta wakaf, Kementerian Agama berharap dapat meningkatkan produktivitasnya.
Tak hanya itu, kata Cak Nanto, di era Gus Men prestasi santri madrasah dan perguruan tinggi agama juga terus meningkat.
Padahal, peraih medali pertama Olimpiade Sains Nasional 2024 adalah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Malang.
MAN 2 berhasil menjuarai seluruh sekolah di Indonesia.
Cak Nanto juga mengumumkan bahwa sepanjang tahun 2021 hingga 2023, sebanyak 3.576 pesantren telah menerima manfaat Program Kemandirian Pesantren di berbagai sektor usaha.
Penerimanya antara lain 832 toko, warung dan koperasi minimarket, 169 usaha laundry, 56 usaha makanan dan minuman, 34 usaha digital printing dan ratusan jenis usaha lainnya.
Sementara APBN sebesar Rp 553 miliar lebih telah disalurkan ke ribuan pesantren di seluruh provinsi Indonesia.
Cak Nanto kemudian menyampaikan, di bidang kehidupan beragama, Kementerian Agama terus menghadirkan berbagai layanan keagamaan secara digital dan inklusif agar masyarakat semakin mudah mengaksesnya.
Prestasi tersebut antara lain Al-Quran dalam huruf braille dan tanda, Dhammapada dalam huruf Braille, Alkitab dalam bahasa isyarat, dan Upanishad (bagian dari Weda) dalam tanda.
Selain itu, tugas dan fungsi Kementerian Agama juga telah terlaksana dengan baik, ujarnya.
“Indeks Kerukunan Umat Beragama mengalami peningkatan yang mencerminkan kualitas kerukunan dan toleransi beragama di Indonesia yang semakin membaik,” ujarnya.
Selain itu, indeks pelayanan KUA juga meningkat.
“Hal ini menunjukkan pelayanan Kemenag di masyarakat semakin baik,” tutupnya.