Tak Tahan Lagi, Cucu Pendiri NU Jember Akhirnya Beri Teguran Keras pada Gus Miftah dan Gus Iqdam: Ini Ngaji atau Ngajarin…

disinfecting2u.com – Kontroversi gaya dakwah kasar Gus Miftah dan Gus Iqdam terus menuai perdebatan publik.

Setelah video Gus Miftah menegur penjual es teh viral, giliran Gus Iqdam yang membela Gus Miftah dengan menyebut netizen ‘bodoh’.

“Saya yakin netizen yang mengejeknya belum pernah ke ruang baca sehingga tidak paham dengan situasinya. Meski tersirat doa agar dia tidak berjualan begitu saja, bisa jadi dia bosnya. Tapi kamu balikkan sekitar. Ya, tergantung internet, kata Gus Ikdam dalam khutbahnya menjawab permasalahan Gus Miftah.

 

Hal ini menarik perhatian pendeta lainnya, termasuk Gus Tuba, putra ketiga Imam Besar K. H. Hamima Tohari Jazouli. Gus Tuba pernah mengkritik tajam gaya dakwah Gus Miftah dan Gus Iqdam.

Ia berpendapat, jika tujuan dakwah adalah untuk menjangkau anak-anak jalanan, maka dakwah sebaiknya dilakukan di tempat yang sesuai dan bukan di panggung besar.

“Kalau dakwah peluk anak tunawisma, trus di jalanan, turun ke jalan seperti dulu. Saya juga begitu,” kata Gus Tuba di kanal YouTube Mas Yu’lal Falakh.

Cucu pendiri NU Jember ini juga mengatakan, membawa kebiasaan jalanan seperti penggunaan bahasa tajam ke acara membaca besar-besaran tidaklah tepat.

 

Penikmat lagu-lagu besar menurutnya beragam, termasuk anak-anak, dan tidak semuanya memiliki latar belakang yang sama dengan anak jalanan.

“Yang jalanan tidak dibawa ke panggung, karena di acara seperti itu yang isinya bukan hanya anak jalanan. Jadi, anak jalanan yang diberitakan di jalan, bukan di sini,” tegas Gus Tuba.

Ia pun menyayangkan gaya bicaranya yang kasar dan dianggap lucu dan menarik perhatian.

Menurut Gus Tuba, penggunaan kata-kata seperti “bodoh” atau “bodoh” tidak pantas diucapkan seorang pendeta dalam pertemuan pengakuan dosa.

“Jadi kumpulnya jadi lucu. Toh dia ngomong jorok karena peluk anak jalanan. Alhasil dia ngomong bodoh,” imbuhnya.

Lebih lanjut Gus Tuba menegaskan, tujuan dakwah adalah mengajarkan kebaikan, bukan menormalisasi kebiasaan buruk seperti makian.

Selain itu, anak-anak kecil yang sering mengikuti acara membaca besar-besaran, harusnya mendapat keteladanan yang baik dari para ulama.

Ia pun meyakini, perhatian masyarakat terhadap gaya berdakwah tersebut tidak akan sebesar sekarang, jika rekaman video ceramahnya tidak tersebar di media sosial.

“Kalau kemarin tidak jadi masalah besar, sekarang masyarakat akan tertarik dengan model seperti itu. Ya, mengaji atau mengajari anak kecil misuh (kata-kata makian),” pungkas Gus Tuba.

Pernyataan Gus Tuba ini mendapat banyak tanggapan dari warganet yang turut mengutarakan pendapatnya mengenai gaya dakwahnya yang berlidah tajam.

Kontroversi ini menunjukkan pentingnya menjaga sopan santun dan etika dalam berdakwah, terutama di tempat umum yang diikuti oleh berbagai kalangan. (asli)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top