Jakarta, disinfecting2u.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menppa), Arifatul Choirri Fauzi mengunjungi markas Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (21/10/2024).
“Iya namanya Kader Nu, sebagai keluarga besar NU, kebetulan saya dapat amanah untuk masuk kabinet merah putih. Jadi di NU sudah tradisi Sowan untuk para sesepuh. Jadi, memang dimaksudkan untuk silaturahmi, untuk meminta arahan, nasehat,” kata Arifatul kepada awak media.
Selain itu, dalam kunjungannya, Arifatul mendapat pesan khusus dari Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf agar tampil baik. Sebab, ia bertugas di bidang perempuan dan anak.
“Ya pesannya di atas semua sebelumnya karena ini juga amanah, bukan amanah ringan, kita diminta bekerja sebaik-baiknya, dengan segala hal, karena permasalahan perempuan dan anak cukup kompleks. bekerja keras,” jelas Arifatul.
Sementara itu, Arifatul mengaku sangat ingin menjabat Menteri PPPA karena bisa membantu mengatasi permasalahan perempuan dan anak.
“Saya jadi bersemangat, sesuai naluri seorang ibu, maka saya diminta menjadi menteri di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perawatan Anak. Jadi, saya terkesan bagaimana permasalahan yang menimpa anak-anak dan kemudian ibu-ibu yang terpinggirkan secara ekonomi, bagaimana kita bisa memperkuatnya,” kata Arifatul.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Menpppa) periode 2019-2024, I Gusti Ayu Bintang Puspayoga meminta para aktivis perempuan dan anak dari semua pihak terus berupaya mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan perempuan bagi perempuan dan anak. anak-anak di daerah terpencil di negara ini.
Hal itu disampaikan Bintang jelang dimulainya masa kabinet pemerintahan periode 2024-2029, Minggu (20/10).
Bintang menyampaikan apresiasi atas upaya aktivis perempuan dan anak yang mendampingi dirinya dan Kementerian Kehutanan selama lima tahun.
“Rekan-rekan sejawat di daerah yang mengetahui permasalahan di lapangan, hingga saat ini saudara-saudara telah memberikan masukan dan penyuluhan secara aktif kepada kami dalam menjalankan kerja perlindungan dan pemberdayaan kelompok rentan di daerahnya masing-masing,” kata Bintang.
Meski begitu, menurut Bintang, lima tahun merupakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan persoalan perempuan dan anak yang kompleks dan multiseks.
Oleh karena itu, diperlukan tambahan kontribusi dan komitmen rekan-rekan untuk ditugaskan pada kepemimpinan selanjutnya, kata Bintang.
Bintang mengklaim banyak program dan kebijakan yang ditempuh Kemenpppa selama lima tahun dan terbuang percuma.
Diawali dari Unit Desa dan Perlindungan Anak (DRPPA) yang tersebar di lebih dari 2000 desa, terbentuknya Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dengan pengelolaan layanan penahanan korban kekerasan Sesuai dengan amanat UU 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), hingga pencairan dana alokasi khusus non fisik dan fisik (DAK) untuk perlindungan perempuan dan anak.
“Kami menggiring rekan-rekan untuk bisa melakukan pengawasan terhadap pendampingan terhadap korban kasus kekerasan. Sejak tahun 2021 kami telah menyalurkan DAK PPA non fisik yang dapat digunakan untuk penyadaran, pendampingan hukum, hingga posko korban kekerasan. Pada tahun 2025 kami juga membayar fisik PPA sebesar 122 miliar yang dapat digunakan untuk renovasi rumah aman dan UPTD PPA di wilayah masing-masing,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bintang juga mengungkapkan keberhasilan penanganan isu perkawinan anak melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu sebesar 8,74 persen dengan capaian pada tahun 2023 tercapai sebesar 6,92%. Menurut Bintang, pencapaian tersebut tidak terlepas dari sinergi dan kerja sama dengan para aktivis, tokoh adat, dan tokoh agama di berbagai daerah untuk memahami masyarakat.
Meski angka perkawinan anak berhasil diturunkan, kata Bintang, permasalahan pengecualian nikah dan nikah jebakan di daerah masih ditemukan sehingga masih perlu dikawal bersama untuk menuntaskannya.
“Saya kira masih banyak pekerjaan rumah dalam mencapai pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Tapi kita sudah melihat praktik yang baik di berbagai daerah, bahkan di zona 3T (dengan memperhatikan yang terluar). Kami, perempuan lainnya , harus terus bersinergi dan saling mendukung untuk mencapai kesetaraan bagi seluruh warga negara, termasuk perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya,” ujarnya (ARS/AES).