Jakarta, tvOnenevs.com – Kampanye aktif dan antikorupsi mengimbau seluruh akademisi yang mengusut kasus Bambang Harimurti Mardani Maming untuk tetap bungkam dan mengambil tindakan hukum maksimal.
Ia meminta seluruh civitas akademika bidang antikorupsi di bidang hukum sibuk mengirimkan surat amicus curae (sahabat pengadilan) ke Mahkamah Agung.
Pendapat para ahli hukum terkemuka dan temuan penyelidikan apakah terdakwa dalam perkara Mardani Maming patut diputus bebas atau tidak, hendaknya didengarkan dan didengarkan oleh Mahkamah Agung yang mempunyai kewenangan memutus perkara tersebut, yang mempunyai implikasi hukum. katanya, Kamis (17 Oktober 2024).
Ia meminta semua pihak berani menyampaikan pendiriannya dengan mengirimkan surat pemberitahuan ke Mahkamah Agung.
Prinsip hukum di Indonesia adalah asas praduga tak bersalah dan beban pembuktian ada pada jaksa, tegasnya.
“Jangan lupa pepatah hukum yang sering dikutip bahwa lebih baik membebaskan sepuluh atau bahkan seratus dakwaan daripada menghukum seseorang yang (tidak terbukti) bersalah,” tambahnya.
Sementara Mardani Maming divonis penjara dan denda karena diduga memeras Rp 118 miliar kepada mendiang Henry Soeti, mantan direktur PT Prolindo Sipta Nusantara.
Secara khusus, bukti-bukti di persidangan, berdasarkan hasil pemeriksaan ahli hukum UII, membantah tuduhan tersebut. Selain itu, ada putusan Pengadilan Niaga yang dia setujui dan menyatakan itu hanya hubungan bisnis dan bukan “perjanjian diam-diam”.
Keinginan untuk membebaskan Mardani Maming dari jeratan hukum banyak diungkapkan oleh para aktivis dan pakar hukum saat melakukan resensi dan bedah buku “Mengungkap Kesalahan dan Kelakuan Buruk Hakim dalam Kasus Mardani H.” Ibu”.
Diskusi ini dilaksanakan pada Sabtu (10/05/2024) oleh Center for Legal Leadership and Development Studies (CLDS), Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).
Dalam diskusi tersebut, terungkap berbagai kesalahan pada pekerjaan mantan Bupati Kalsel Thana Bumbu.
Topo Santoso, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menekankan pentingnya kajian kritis terhadap putusan pengadilan oleh para ahli hukum. “Kesalahan hakim selalu mungkin terjadi, dan pemeriksaan kritis ini penting sebagai pembelajaran bagi penegak hukum,” kata Prof.
Di tempat yang sama, mantan Rektor Universitas Diponegoro yang juga Guru Besar Hukum Administrasi Publik Universitas Diponegoro, Prof. Ph.D. Jos Johan Uthama memaparkan penyelidikan hukumnya atas insiden Mardana N Maming.
Keputusan tergugat untuk menyerahkan IUP adalah sah dan tidak pernah dinyatakan tidak sah atau batal oleh pengadilan mana pun yang mempunyai wilayah hukum peninjauan kembali terhadap tindakan administratif, yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara, katanya.
“Putusan terdakwa masih sah, sehingga tidak ada pelanggaran administratif.” “Itu juga tidak ada hubungannya dengan tindak pidana, sehingga terdakwa tidak dapat dihukum, sehingga cukup beralasan untuk mengatakan bahwa ada kekeliruan atau kekeliruan nyata dalam putusan pengadilan tempat terdakwa divonis bersalah,” ujarnya.
Prof Romli Atmasasmita dari Fakultas Hukum Unpad mendukung pandangan tersebut dan mengatakan ada delapan kesalahan yang dilakukan Hakim Mardani N Maming yang memimpin kasus tersebut.
“Menurut saya, ada delapan kesalahan yang dapat digolongkan sebagai kesalahan hukum,” kata Profesor Romley dalam siaran pers yang dikeluarkan, Rabu (10/09/2024).
Prof. Romley adalah subjek gugatan, yang menurutnya disebabkan oleh penggunaan artikel yang tidak tepat.
Oleh karena itu, dalam perkara nomor 3741/2023 atas nama Mardani Maming, tidak diterapkan cara penalaran yang sistematik, historis, dan teleologis dalam putusan Kasasi. atau kesalahan hakim,” jelas Profesor Romley (lgn).