Yogyakarta, disinfecting2u.com – Pengacara VL (41) dan NH Alias E (29) mengumumkan penganiayaan berujung kelahiran siswi di Jalan Prawirotaman, Kota Yogyakarta pada Rabu (23/10/2024) di mana kedua klien mereka berpartisipasi dalam acara tersebut.
Hariyanto selaku kuasa hukum VL dan E menegaskan, kejadian Selasa (22/10/2024) dan Rabu (23/10/2024) tidak ada kaitannya.
Dia menjelaskan urutan kejadian yang sebenarnya. Pertama, pada Selasa (22/10/2024), kliennya sedang berada di Kafe Luku dan melihat keributan yang tidak diketahui siapa pelakunya.
Kemudian kliennya mencoba melerai kekacauan tersebut. Namun setelah keributan usai, datanglah tiga orang dengan sepeda motor, salah satunya membawa senjata tajam (sajam).
Pada saat yang sama, kliennya berinisial V melihat seseorang membawa pisau salat berlari ke arah klien lainnya berinisial E dan hendak melemparkan pisau tersebut ke arah E.
Di sana, V ingin menangkap pria itu dan terjadi perkelahian karena pisau tersebut. Akibatnya, jari V tertusuk pisau.
Setelah berhasil memastikan pisau doanya, V menyuruh teman-temannya pulang karena keadaan sedang tidak baik. Karena temannya tidak mau pulang, akhirnya V dengan penuh amarah memukulkan pisau ke meja hingga hancur.
Dalam kericuhan yang terjadi pada Selasa (22/10/2024), V justru terluka akibat pisau yang diambil orang lain. Atas kejadian tersebut, V melapor ke polisi dan terdaftar LP/B/484/X/2024/SPKT/Polresta Yogyakarta/Polda D.I Yogyakarta tertanggal 23 Oktober 2024.
Ada kesimpangsiuran atas pemberitaan klien kami yang menikam pelajar di Prawirotaman pada Rabu (23/10/2024), klien kami V dan E tidak terkena dampak kejadian tersebut karena kejadiannya terjadi di hari lain dan berbeda. . pelakunya,” kata Hariyanto saat jumpa pers, Rabu (30/10/2024).
Saat ditikam mahasiswa tersebut, kata Hariyanto, kliennya ada di rumah dan tidak ada di lokasi kejadian.
“Klien kami V dan E tidak mengetahui kejadian 23 Oktober 2024, malah mengetahui beritanya,” kata Hariyanto.
Ia mewakili kliennya meminta maaf kepada seluruh warga DIY dan sekitarnya, khususnya pemilik Luku Cafe, atas kericuhan yang terjadi pada Selasa (22/10/2024). Ia pun menjelaskan kebenaran kejadian tersebut, kliennya tidak pernah terpengaruh, karena banyak yang memikirkan keterlibatan rasial.
Secara terpisah, Kasatreskrim Polresta Yogyakarta, Kompol Probo Satrio mengatakan, kejadian tersebut terjadi pada Rabu (23/10/2024) dini hari.
Rabu dini hari, katanya, V dan E sedang berada di Kafe Luku dan itulah alasannya. Sore harinya, semua orang berkumpul di rumah V. Akhirnya hal ini terjadi pada Rabu malam.
“Jadi satu rangkaian, tidak bisa dipisahkan. Kalau tidak semua berkumpul di rumah V, barulah C datang memesan Luku Cafe dan membuat acara di sana,” jelas Probo.
Pagi harinya, V merasa diserang oleh kelompok tertentu di kafe. Jadi dia menunjukkan lukanya. Akhirnya berkumpul di tempat V. Nanti C berbicara disana. Akhirnya dia kembali lagi ke Luku Cafe hingga hal ini terjadi.
Seperti disampaikan sebelumnya, Polda DIY menangkap tujuh orang dalam kasus ini. Mereka berinisial VL (41), NH alias E (29), F alias I (27), J (26), Y (23), T (25), dan R alias C (43). Hal itu terungkap berdasarkan tiga laporan polisi atas dua kasus.
Sidang pertama berlangsung pada Selasa (22/10/2024) pukul 20.00 WIB. Berawal dari seorang saksi bernama Bimo yang datang ke Luku Cafe untuk berkunjung dan berbincang dengan tamunya sambil menikmati makanan.
Kemudian pada pukul 01.30 WIB datanglah E dan kawan-kawan, sekitar 15 orang hendak ke Luku Cafe namun mengurungkan niatnya dan menuju ke Outlet 23.
Karena saksi Bimo mengenal E, Bimo dan tamunya menemui E di depan Outlet 23. Kemudian terjadi adu mulut dan Bimo disiksa.
Pelapor kemudian menyeret Bimo ke dalam Kafe Luku, namun diketahui E dan kawan-kawan kembali masuk ke dalam kafe tersebut dan melakukan pengrusakan dengan parang dengan tangan kosong sehingga menghancurkan empat kursi, satu laptop, dan satu meja kaca pecah. Karena itu, korban kehilangan dan melaporkannya ke Polresta Yogyakarta.
Ceritanya bermula pada Rabu (23/10/2024) pukul 02.30 WIB, korban melihat Bimo dipukuli sekitar 10 orang, ujarnya.
Selain itu, korban juga berusaha untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, namun ternyata korban dianiaya oleh oknum tersebut sehingga mengakibatkan luka pada bagian kanan dan kiri serta nyeri pada bagian leher. Karena itu, korban melapor ke Polrestabes Yogyakarta.
Kasus kedua terjadi pada Rabu (23/10/2024), di Pondok Pesantren Al Munawir pukul 21.00 WIB saat Alquran masih ada. Karena tak ada class action, kedua korban pun mengambil langkah mencari makan di kawasan sekitar Kafe Luku.
Usai menyantap sate, tiba-tiba terdengar suara seperti pecahan kaca atau botol yang dilempar ke jalan. Belakangan, korban dipukuli oleh sekelompok orang tak dikenal dengan bantuan benda tak kasat mata seperti tongkat, topi, dan tangan.
Laki-laki itu kembali mendorong korban sambil mengatakan ini laki-laki, ini laki-laki dan yang lainnya berkata bunuh, bunuh. Saat itu korban tidak tahu kenapa pelaku melakukan hal tersebut, kata Kompol Aditya Surya Dharma. Kapolda DIY saat pelepasan kasus tersebut ke Polda DIY, Selasa (29/10/2024).
Akibatnya, korban MA mengalami luka lebam di kepala dan jari tangan kanan patah. Sementara itu, sandera SF mengalami luka yang diduga akibat senjata tajam. Usai kejadian tersebut, keduanya dibawa ke RS Pratama untuk mendapatkan perawatan.
Aditya mengatakan, kasus pertama dan kedua saling berkaitan. Dari hasil pemeriksaan polisi, tampaknya ada yang memprovokasi kejadian pertama. Berdasarkan penyelidikan, polisi berhasil menangkap tujuh orang tersebut.
“Jadi kedua kasus itu bermula dari kejadian pertama terjadi keributan antara VL, E, dan F. Lalu R atau C adalah bos yang menyuruh para penjahat itu minum-minum di Kafe Luku, lalu skandal itu dimulai. Pelaku lainnya adalah hakim,” kata Aditya.
Hingga saat ini, polisi masih menyelidiki masalah tersebut.
“Kami masih mendalami peran mereka, mereka yang melakukan hal tersebut sesuai dengan bukti-bukti yang ada. Nanti dalam perkembangannya, jika keluar nama-nama baru yang ikut tawuran, kami akan tangkap, tidak ada kekerasan di kota tersebut. Yogyakarta. jadi kami tidak akan melakukannya,” kata Aditya. .
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau lebih dengan Pasal 170 KUHP dan/atau Pasal 351 KUHP. (scp/buz)