Sidang Dugaan Penggelapan Rp12 Miliar, Ahli Tegaskan Perkara Harusnya Diselesaikan Secara Perdata

Mojokerto, disinfecting2u.com – Tersangka Herman Budyono dan produser CV Makmur Abadi (MMA) melanjutkan persidangan kasus penipuan kantor senilai Rp 12 miliar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Selasa (19/11).

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Hakim Ida Ayu Sri Adrianti Widja, pihak pembela menghadirkan dua orang ahli untuk memberikan keterangan, yakni ahli hukum perdata Prof. Dr. Indrati Rini, SH, MS. Dan pakar hukum pidana dr. M. Sholehuddin, SH, MH.

Prof. Dr. Indrati Rini, SH, MS. Dalam hal ini, ahli hukum perdata menegaskan, untuk membuktikan adanya penipuan dalam jabatan, harus ada bukti yang jelas mengenai kerugian yang dialami perusahaan.

Kata dia, jika kejanggalan tidak bisa dibuktikan, maka tidak bisa dikatakan ilegal.

Indrathi menambahkan, perselisihan ini akan lebih tepat diselesaikan secara perdata dibandingkan pidana.

Lebih lanjut Indrathi menjelaskan, jika ada permasalahan warisan atau perselisihan keluarga, sebaiknya diselesaikan secara perdata terlebih dahulu.

“Hukum perdata harus dibenahi terlebih dahulu karena hukum perdata memberikan ruang untuk mengatasi permasalahan ini,” jelasnya.

Sementara itu, Dr. M. Sholehuddin, SH, MH selaku pakar hukum pidana menyatakan, ilegalitas harus diusut secara cermat dalam kasus pelanggaran jabatan.

“Hukum pidana harus lengkap dan tidak terfragmentasi,” tegasnya.

Menurut dia, pemindahan uang dari rekening CV MMA ke rekening pribadi terdakwa tidak bisa serta merta dianggap sebagai tindak pidana, kecuali ada bukti kerugian yang nyata dan jelas.

Kalau kerugiannya tidak bisa dibuktikan, maka tidak bisa dikatakan mubazir, ujarnya.

Usai mendengarkan keterangan dua orang ahli, sidang dilanjutkan dengan keterangan terdakwa Herman Budiono.

Dalam keterangannya, terdakwa menjelaskan bahwa pada tahun 2020, modal pribadi ditanam di CV MMA sebesar Rp 1 miliar, meningkat menjadi Rp 2 miliar pada tahun 2021, sehingga total modal yang ditanam menjadi Rp 3 miliar.

“Modalnya dari uang pribadi saya,” ujarnya.

Terdakwa juga menjelaskan, sepeninggal ayahnya, Bambang Sutjajo, pada Juli 2021, tidak ada masalah dengan perusahaan. Namun karena takut rekening perusahaan diblokir, terdakwa mentransfer uang dari rekening CV MMA ke rekening pribadinya.

“Uang tersebut ditransfer dari ayah saya sebelum meninggal untuk memastikan perusahaan tetap beroperasi,” ujarnya.

Terdakwa menegaskan bahwa selama ini dialah yang menjalankan perusahaan dan saudara-saudaranya tidak terlibat karena mereka berada di dalam kota dan luar negeri.

“Saya berusaha menyelesaikan masalah ini dengan lebih baik, namun saya malah terpaksa keluar dari perusahaan,” ujarnya.

Usai mendengarkan keterangan kedua ahli dan pembela, Ketua Hakim Ida Ayu Sri Adrianti Wijja memutuskan menutup persidangan dan melanjutkan persidangan pada Senin (25/11) dengan agenda penuntutan.

Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa Michael, SH, MH, CLA, CTL, CCL, berdasarkan keterangan dua orang ahli, berpendapat bahwa kasus yang menjerat kliennya itu harus diselesaikan secara perdata, bukan perdata.

“Dalam persidangan terlihat jelas bahwa terdakwa mempunyai modal di perusahaan tersebut, sedangkan saudara-saudaranya tidak ada yang menanam modal,” ujarnya.

Michael juga menjelaskan, persoalannya adalah soal kepemilikan dan warisan yang harus diadili terlebih dahulu secara perdata.

Sementara itu, di luar pengadilan, puluhan massa pendukung terdakwa melakukan aksi protes di depan Kantor Pengadilan Negeri Mojokerto di Jalan RA Basuni, Distrik Sooco. Dengan membawa plakat dukungan, aksi tersebut dijaga oleh beberapa petugas polisi. (ikn/tujuan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top