Jakarta, disinfecting2u.com – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mendadak dibubarkan dengan metode kerja uang pemuda (apph) pada Senin (14/10/204).
Massa berunjuk rasa usai sidang lanjutan terhadap terdakwa Ike Farida dalam kasus dugaan sumpah palsu.
Dalam aksinya tersebut, massa mendorong majelis hakim untuk menerima perkara jaksa dan melanjutkan persidangan dengan memeriksa saksi-saksi di sidang utama.
“Kami ingin perkara ini dikuatkan oleh jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata koordinator aksi Bram kepada wartawan di lokasi kejadian.
Menurut Bram, dakwaan JPU terkait dengan peristiwa yang terjadi saat terdakwa diduga melakukan sumpah palsu dalam persidangan alat bukti baru atau alat bukti baru (PK).
“Dari sumpah palsu, ditemukannya bukti-bukti baru atau hal-hal baru yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa I.F. menjadi dasar kewenangan kuasa hukum terdakwa. Dalam hal ini tindak pidana yang dijerat dengan” Pasal 242 KUHP, katanya. .
Sementara itu, aksi unjuk rasa berujung ricuh saat tim kuasa hukum terdakwa menghadang massa di luar Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tim kuasa hukum terdakwa, termasuk Kamaruddin Simanjuntak, mempertanyakan identitas massa.
Kamaruddin Simanjuntak menilai massa yang memimpin aksi memahami kasus yang disidangkan.
“Kamu siswa yang mana, di mana kartumu?” tanya salah satu kuasa hukum terdakwa.
“Kami mempunyai hak untuk mengutarakan pendapat kami. Itu bagian dari demokrasi. Anda tidak perlu mengutarakan pendapat Anda sendiri,” kata seorang pengunjuk rasa.
“Murid palsumu, siapa yang membayarmu,” kata pengacara terdakwa.
Kamaruddin mengatakan Ike Farida tidak pernah bersumpah palsu karena tidak datang ke pengadilan.
“Mereka (masyarakat) bilang Ike Farida salah sumpah. Ike Farida tidak ke pengadilan. Yang ke pengadilan itu pengacaranya,” kata Kamaruddin.
“Kalau Ike Farida ke pengadilan dan bersumpah palsu, tidak apa-apa. Tapi dia juga tidak punya surat kuasa. Surat kuasanya di mana? Jaksa juga tidak punya surat kuasa,” ujarnya menambahkan . .
Sebelumnya, Kamarudin mengatakan, inovasi yang diperkenalkan saat PK sebenarnya digunakan di Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung.
Namun Kamaruddin menyebut kabar tersebut diutarakan oleh mantan pengacara Ike.
“Dulu di pengadilan negeri, di pengadilan tinggi juga dipakai. Tapi siapa yang mengajukan surat kuasa. Pengacaranya profesional di bidang hukum. Itu kesalahan pengelolanya. Kita ambil gelar master di bidang warna, ya diperbolehkan sesuai kode etik,” kata Kamarudin, Senin (7/10/2024).
Kasus ini bermula ketika Aik Farida menggugat PT EPH karena membeli rumah hunian.
Namun kasus tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT), Pengadilan Kasasi.
Pernyataan Iq Farida hanya terdukung ketika ia menghadirkan bukti baru atau bukti baru dalam persidangan (PK).
Namun, ada keraguan bahwa novum telah digunakan dalam percobaan sebelumnya, sehingga menimbulkan laporan bahwa Ike telah memalsukannya. Akibat kasus ini, Ike ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman tujuh tahun penjara.
Maklum, jaksa meminta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani kasus tersebut menolak seluruh keberatan terdakwa.
Jaksa mengatakan pengacara terdakwa telah bersumpah pada Mei 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait ditemukannya bukti baru. (Apa)