Surabaya, disinfecting2u.com – Terdapat sekitar 4 ribu janda di bawah usia 20 tahun di Jawa Timur yang menjadi perhatian khusus Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Timur. Berdasarkan perkiraan tersebut, terdapat 856 janda di bawah usia 15 tahun yang merupakan kepala rumah tangga (KK). Artinya telah terjadi perkawinan anak atau perkawinan dini yang berakhir dengan perceraian.
Hal tersebut diungkapkan Kepala BKKBN perwakilan Jatim Maria Eranawati dalam seminar perlindungan keluarga “Furaha haigopi” yang digelar di Aula Menara Asik Universitas Airlanga Surabaya. Menurutnya, berdasarkan Pendataan dan Pemutakhiran Data Rumah Tangga Tahun 2023, terdapat 3778 rumah tangga perempuan atau janda di bawah usia 20 tahun di Provinsi Jawa Timur. Perlindungan keluarga masih menjadi isu yang menjadi perhatian perwakilan BKKBN Negeri Jawa Timur.
“Angka tersebut mencakup 856 rumah tangga perempuan berusia di bawah 15 tahun dan 2.922 rumah tangga perempuan berusia 15-19 tahun. Artinya pernikahan dini atau pernikahan dini yang berakhir dengan perceraian.”
Melihat hal tersebut, lanjut Erena, pihaknya melakukan kontak melalui seminar perlindungan keluarga. BBKBN bekerjasama dengan Unair menyelenggarakan seminar mengenai nilai-nilai keluarga, agama dan gizi.
Harapannya kita mampu memberikan edukasi pentingnya membangun kapasitas keluarga melalui kader dan peserta didik,” imbuhnya.
Senada dengan itu, Yuva Ustadz Ko Dennis Lim mengatakan, dalam memilih pasangan jangan hanya melihat keindahan tubuh saja karena keindahan tubuh ada waktunya. Begitu pula dengan kekayaan.
“Tetapi jika mereka beribadah dan memohon ridho Allah, maka suami istri bisa mengatasi segala permasalahan yang ada,” Co. Dennis.
“Kalau mencari orang terbaik dan tercantik, tidak akan ada habisnya,” imbuhnya.
Pada saat yang sama Prof. Dr. Tn. Sumarmi SKM menjelaskan, tablet gizi telah dilaksanakan melalui Puskesmas, Ibu Hamil dan Calon Pengantin serta Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan gizi dan gizi dalam upaya penanggulangan stunting di Kota Surabaya.
“Dengan kebijakan intervensi prakonseptual ini, Kota Surabaya memiliki prevalensi stunting yang rendah,” tutupnya. (msi/ayam)