Ragnar Oratmangoen Akui Kurang Suka Jakarta karena 2 Alasan, Meskipun Sangat Cinta Indonesia Negara Toleran dalam Beragama

Jakarta, disinfecting2u.com– Pemain timnas Indonesia Ragnar Oratmangoen akan terus menjadi bahan lelucon publik karena kepiawaiannya dalam bermain sepak bola. Sesampainya di Indonesia, ia memperhatikan sebuah kota, Jakarta.  

Ragnar Oratmangoen mengaku tak betah atau menyukai kota Jakarta. Bukan tanpa alasan, berikut penjelasannya.  

Diambil dari wawancara Ragnar Oratmangoen dengan Mamat di YouTube Podcast Soccer77, Minggu (10/11/2024). 

Ragnar yang dulu bernama Wak Haji Ibu menjelaskan alasannya tidak menyukai Jakarta. Penjelasannya ada 2 penyebabnya, yaitu kemacetan lalu lintas yang sering disebut dengan kemacetan. 

Alasan kedua yang disampaikan Ragnar adalah Jakarta yang panas kadang panas tapi sulit mendapat sinar matahari.  

Ragnar Oratmangoen mengaku sulit menerima panasnya sinar matahari. Apalagi saat latihan atau istirahat menjadi sulit. 

“Saya sudah mendengar (pemahaman saya) tentang situasi di Indonesia,” jawab Ragnar Oratmangoen.  

“Bagaimana kalau Jakarta? Ya?” Mamat bertanya pada Wak Haji.

“Tidak,” jawab aktor berpenampilan natural itu sambil tersenyum, disusul Mamat dengan Mamat sebagai pembawa acara, “Pasti ada kemacetan kan?

“Iya salah satunya di sini sulit mendapat sinar matahari. Di sini selalu panas, tapi kalau ada latihan tidak ada apa-apa, padahal libur,” kata Ragnar menjelaskan alasannya.  

Pria Belanda dan Indonesia ini sangat populer di sini. Di saat yang sama, kata dia, Ragnar Oratmangoen yang masuk Islam ternyata lahir dari keluarga Kristen non-Muslim.      

Merasa lebih nyaman dan menyenangkan di Indonesia karena tingkat toleransinya yang tinggi. 

Bahkan, di sini ia mengaku bebas mendengarkan azan kapan pun dan di mana pun. 

“Indonesia mayoritas beragama Islam, dan bagaimana Anda melihatnya dibandingkan dengan Eropa yang bebas?” 

“Sebenarnya tidak terlalu sulit di Belanda. Tapi Anda tidak akan sebebas yang Anda inginkan,” kata Ragnar Oratmangoen.

“Karena orang Belanda sangat judgemental (intoleransi) terhadap orang lain, berbeda dengan saya di Indonesia,” jelas Wak Haji.

Selain itu, konversi ini dikatakan tidak mudah. Namun perasaan itu muncul ketika ia sering diundang oleh teman-temannya semasa kecil.

Teman-temannya sering mengajaknya ke masjid. Di sana ia memulai penelitian dan pemikirannya untuk mengetahui agama Islam.

“Bagi saya yang saya pikirkan adalah belajar tentang Tuhan. Tentunya berkali-kali juga teman-teman saya yang mengajak saya ke masjid,” jelas Wak Haji (Klw). 

Tuhan memberkati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top