Jakarta, disinfecting2u.com – Produksi emas pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencapai 78 ton. 10 tahun lalu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) produksi emas mencapai puluhan ton. Jokowi berhasil meminta PT Freeport membangun smelter besar yang mampu mengekstraksi emas dari konsentrat tembaga.
“Pak Jokowi bisa minta setengah harga kepada Freeport untuk membangun smelter besar dan produknya bisa memisahkan konsentrat emas dan tembaga yang ada di masa Pak Jokowi. Begini ceritanya,” kata Bahlil, Senin (14/10/2021). 2024).
Menurut Bahlil, selama masih di Papua, sering terjadi protes terhadap beroperasinya Freeport Indonesia karena ada dugaan yang diproduksi lebih dari sekedar konsentrat tembaga.
“Waktu saya di Papua, kami selalu protes ke Freeport, mungkin yang memproduksi konsentrat, bukan hanya tembaga, lain-lain kenapa? Karena kami tidak punya smelter,” ujarnya.
Diberitakannya, saat itu smelter yang digandeng Freeport dengan Jepang, turunannya hanya bisa memproduksi tembaga. Sedangkan anoda dan emasnya belum bisa diolah.
Bahlil menjelaskan, pada tahun 2021, saat masih menjabat Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), bersama Menteri ESDM, ia meminta PT Freeport membangun foundry dengan total investasi sebesar 3 miliar. Rp.
“Total investasinya sebesar 3 miliar dolar AS dan kini (pabrik baja) sudah beroperasi dan merupakan pabrik terbesar di dunia dengan sistem single line,” jelas Bahlil.
Menurutnya, prestasi seperti itu belum pernah terjadi sejak masa presiden pertama RI. Di bawah kepemimpinan Jokowi, Indonesia memiliki dua smelter yang bisa mendukung hilirisasi, yaitu smelter Freeport Indonesia di Gresik dan smelter Amman Mineral di Sumbawa Barat.
Pasalnya, sebelum tanah air memiliki smelter, produk tembaga dengan kemurnian 99 persen masih harus diangkut ke luar negeri hingga Filipina dan Thailand, sehingga Indonesia belum bisa memastikan berapa kandungan emas dalam konsentratnya.
Namun dengan hadirnya Smelter Freeport Indonesia di Gresik, Bahlil mengatakan dihasilkan sekitar 60 ton emas dan 900.000 anoda tembaga, serta produk dari 3 juta ton konsentrat tembaga olahan.
Sedangkan di smelter bijih Amman di Sumbawa Barat, 900.000 ton konsentrat dapat menghasilkan 220.000 ton tembaga dan 18 ton emas.
Jadi dari dua daerah ini kita punya 78 ton emas per tahun. Kalau tidak ada hilirisasi bagaimana kita tahu hal-hal itu, kata Bahlil.
Bahlil mengatakan, jika investor ingin berkontribusi dalam pembangunan Indonesia, hal itu sangat diperbolehkan. Pemerintah membuka peluang kerja sama dengan pihak-pihak yang memiliki teknologi, permodalan, dan pasar.
Namun pemerintah tidak lagi menggunakan pendekatan lama dan kini lebih fokus pada kerja sama yang saling menguntungkan. Indonesia menyediakan bahan mentah, sementara investor membawa teknologi dan membangun industri di dalam negeri.
Dengan regulasi yang baik, diharapkan kerja sama ini dapat menciptakan area pertumbuhan ekonomi baru. Pemerintah harus memastikan bahwa investasi tersebut memberikan manfaat yang signifikan bagi perekonomian lokal dan meningkatkan pembangunan nasional.
“Kedepannya Insya Allah kita tidak akan menggunakan cara-cara yang lama, kita ingin bapak/ibu, bapak/ibu punya teknologinya, bapak/ibu punya modalnya, bapak/ibu punya pasarnya, kita punya bahan bakunya. . Ini dia teknologimu, ini kamu bangun industrinya. “Kami akan memperbaiki regulasi untuk menciptakan area pertumbuhan ekonomi baru,” kata Bahlil (vsf).