NEWS Polda Bali Ungkap Sindikat Registrasi Kartu Perdana Ilegal dan Penjualan Kode OTP Beromzet Ratusan Juta

Denpasar, disinfecting2u.com – Polda Bali berhasil mengungkap penjualan kartu SIM ilegal dan kode One Time Password (OTP) yang menghasilkan jutaan setiap bulannya dan para pelaku kejahatan terus melakukan kejahatan tersebut sejak saat itu. Awal tahun 2022.

Dalam kasus bisnis kartu perdana yang didaftarkan dengan identitas orang lain tanpa izin, polisi menyita jutaan kartu perdana milik dua perusahaan pemasok ternama. Dalam pengungkapan tersebut, Direktorat Reserse Siber (DitreCyber) Polda Bali menangkap 12 orang yakni DBS (21), GVS (26), MAM (19), FM (18), YOB (23), TP (22). , ARP (18), IKBM (22), RDSS (22), DP (30), IWSW (21) dan DJS (21).

Selain itu, masih ada enam pelaku lagi yang masih dicari (WWW) dan sedang dicari.

“Enam orang lagi masih DPO, (statusnya) petugas yang masih kita kejar,” kata Detreciber Polda Bali AKBP Ranefli Dian Kandra saat jumpa pers di Mapolda Bali, Rabu (14/10).

Belasan pelaku ditangkap di dua lokasi, pertama di Jalan Sakura, Denpasar dan kedua di Jalan Gatot Subroto, Perumahan Taman Tegeh Sari, Denpasar.

Kronologisnya, pada Rabu (9/10) sekitar pukul 23.30 Wita, Satgas Detraceyber Polres Bali mendapat informasi dari masyarakat terkait adanya aktivitas sekelompok pemuda mencurigakan di sebuah rumah di Jalan Sakura, Denpasar.

Belakangan, saat polisi mendatangi mereka, mereka menemukan puluhan modem dan laptop yang digunakan untuk mendaftarkan kartu perdana dengan identitas asing secara ilegal. 

Selanjutnya, setelah dilakukan penyelidikan dan pemeriksaan lebih lanjut, ditemukan modem laptop dan boot card yang terdaftar secara ilegal dengan kartu identitas asing dan beberapa kotak berisi boot card yang belum dibuka.

Belakangan diketahui pemilik tempat tersebut diduga adalah DBS dan hasil pemeriksaan awal di tempat tersebut terungkap bahwa Jalan Sakura menjadi satu-satunya tempat pendaftaran kartu SIM baru. Sementara kartu SIM dijual dalam bentuk beberapa aplikasi di Jalan Gatot Subroto di Perumahan Taman Tegeh Sari.

Modus pelaku kejahatan adalah dengan memanfaatkan data pribadi orang lain untuk mendaftarkan kartu perdana untuk mendapatkan kode OTP dan kemudian menjualnya kepada pembeli, tambahnya.

Kemudian dalang kejahatan ini adalah pelaku DBS yang memulai kegiatan tersebut sejak awal tahun 2022. Pelaku awalnya melakukan bisnis telepon seluler ini dengan melakukan pendaftaran manual melalui telepon seluler dengan memasukkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak valid yang diperoleh dari situs gelap dan menjual kartu terdaftar yang sah.

Selain itu, karena bisnisnya berjalan baik dari registrasi online ilegal ini, penjahat secara bertahap membeli peralatan modem pool dan sekarang memiliki 160 peralatan modem pool yang dapat menghasilkan 3.000 kartu SIM.

“Mereka dapat menghasilkan 3.000 kartu SIM terdaftar per hari dengan menggunakan 160 modem pole. Kartu SIM tersebut kemudian dibawa ke rumah produksi di TKP pertama dan diproses kembali serta dijual melalui website yang dibuat oleh tersangka DBS sendiri, ”ujarnya.

Sedangkan tersangka DBS membeli data NIK di dark web seharga Rp 25 juta dan berhasil mendapatkan NIK dan KK sebanyak 300 ribu.

“Di dark web, 300 ribu NIK dan KK dijual seharga Rp. Rp 25 juta dari tersangka DBS,” ujarnya.

Selain itu, dalam satu hari mereka bisa membuat 3000 kartu perdana ilegal dan menjualnya seharga Rp 5000 per kartu. 

“Kami hitung omzetnya ratusan juta (per bulan) karena dia tidak punya akuntansi. Begitu dia dapat, itu sudah termasuk biaya operasional, gaji, bayar listrik, pembelian kembali alat-alat tersebut, dan pemesanan kartu yang ada,” ujarnya.

Para tersangka dijerat Pasal 65(3) dan Pasal 67(3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun. Selain itu, mereka dijerat Pasal 32 ayat 1 dan Pasal 48 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara. (awt/target)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top