Jakarta, disinfecting2u.com – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai kembali menjadi sorotan setelah ditolak keras oleh beberapa pihak.
Namun penolakan tersebut datang dari masyarakat yang bukan pemilik tanah. Menurut undang-undang, hanya pemilik sah tanah yang berhak mengajukan keberatan, dan warga yang tidak memiliki tanah di seberang proyek tidak mempunyai dasar hukum untuk menolak pembangunan.
Hak atas tanah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Pertanahan, dan suara penolakan yang lantang tidak bisa dijadikan alasan untuk berpindah kepemilikan atau hak atas tanah.
Hak tersebut telah disahkan oleh tokoh adat dan pemilik tanah sah yang mendukung pembangunan PLTP.
Adolfus Yonas, Tua Adat Gendang Lale menuturkan, sebagian besar masyarakat asli di kawasan tersebut mendukung penuh proyek tersebut karena dinilai membawa manfaat besar bagi masyarakat setempat.
Namun ada pihak yang aktif menebar isu negatif soal proyek ini.
Isu-isu tersebut kebanyakan ditutup-tutupi oleh kelompok-kelompok tidak bertanggung jawab yang mempunyai kepentingan tersembunyi.
Mereka berusaha menciptakan narasi bahwa penolakan ini mewakili seluruh masyarakat, padahal mayoritas warga mendukung pembangunan PLTP.
Marcel Nagus Ahang, Ketua LBH Nusa Komodo Manggarai, menjelaskan aksi perlawanan tersebut dipicu oleh pihak-pihak yang berupaya memberikan kesan merugikan masyarakat setempat.
Narasi yang disampaikan pemerintah dan aparat sewenang-wenang tidak sesuai kenyataan. Siapa pun yang menolak bukanlah pemilik tanah, ujarnya.
Penolakan yang tidak berdasarkan hak kepemilikan ini juga telah berkembang menjadi tindakan ilegal seperti memblokir jalan umum, menghalangi petugas, dan berupaya memprovokasi konfrontasi dengan Petugas Penegakan Hukum (LAO).
Kapolres Manggara, AKBP Edwin Saleh menyayangkan tindakan tersebut mengganggu ketertiban umum.
“Penghalang jalan dan tindakan konfrontatif jelas melanggar hukum dan membahayakan keselamatan masyarakat. “Kami di sini hanya untuk menjaga ketertiban dan mendampingi tim pengembang, bukan untuk memberikan tekanan kepada siapapun,” tegas Edvin.
Ia juga mengingatkan, pihak-pihak yang ingin memutarbalikkan fakta adalah penipu yang marak.
Penyebaran informasi palsu bertujuan untuk menimbulkan ketegangan di masyarakat, kami meminta masyarakat dan media berhati-hati dan memperhatikan etika jurnalistik, tambahnya.
Sesepuh Gendang Rebak Thadeus Dapang mengungkapkan bahwa banyak orang yang sadar akan manfaat jangka panjang dari proyek tersebut dan tidak terpengaruh oleh hype seputar proyek tersebut.
“Kami selaku pemilik sah lahan mendukung pembangunan PLTP ini. “Pertanyaan yang diajukan hanya mencerminkan kepentingan asing yang tidak memahami situasi sebenarnya di lapangan,” ujarnya.
Dukungan serupa juga diberikan Petrus Pamor, warga Gendang Lale, yang menyatakan mayoritas masyarakat sangat mendukung proyek ini karena dampak ekonominya yang akan membawa kesejahteraan.
Wakil Jenderal Alfons Segar, Wakil Jenderal Rutengi, menambahkan perpecahan apa pun di masyarakat hanya akan memperburuk masalah.
“Tidak boleh ada perpecahan antar umat. “Kita harus menjaga persatuan dan memilih jalur dialog ketika terjadi perbedaan pendapat,” ujarnya seraya mengingatkan pentingnya menjaga keharmonisan antar isu yang sengaja dipolitisasi oleh masing-masing pihak.
Dengan dukungan penuh dari pemilik tanah dan tokoh masyarakat, serta klarifikasi pemerintah atas isu yang salah tersebut, pembangunan PLTP di Kabupaten Manggarai tetap berjalan sesuai jadwal, memberikan harapan baru bagi masa depan perekonomian masyarakat setempat. (Aduh)