disinfecting2u.com – Kasus seorang anak yang membunuh ayah dan neneknya yang terjadi di sebuah kompleks perumahan di kawasan Lebak Bulus pada Sabtu (30/11/2024) sekitar pukul 01:00 WIB terus menyedot perhatian publik.
Pengamat Pendidikan Dr. Dirgantara Wicaksono menduga kasus anak yang membunuh ayah dan neneknya disebabkan oleh gangguan emosi yang mendalam. Seperti akumulasi stres, frustasi, atau masalah pengendalian emosi pada anak yang tidak terdeteksi sebelumnya, jelasnya.
Menurutnya, hal ini penting untuk deteksi dini kondisi mental anak dan pengelolaan emosi yang sehat di lingkungan keluarga.
“Dari sudut pandang sosiologi dan pendidikan, kasus ini merupakan potensi kegagalan sistem pendukung pembelajaran,” ujarnya.
Jadi meski belajar merupakan kegiatan positif, namun tuntutan yang berlebihan, kata Dirgadara, berbahaya.
“Bila tidak ada keseimbangan, maka bisa menimbulkan tekanan yang berbahaya,” ujarnya.
“Khususnya remaja,” lanjut Dirgadara.
Apalagi jika orang tua mengkritik konsep kecerdasan dibandingkan dirinya.
Konsep pandai yang berkembang dibandingkan orang tuanya tanpa memperhitungkan unsur permainan anak usia 14 tahun, jelasnya.
Sebab, menurutnya anak harus melalui tahapan tumbuh kembang anak secara tuntas.
“Tahap tumbuh kembang anak tidak bisa kita lewati, kita memerlukan ruang untuk mengapresiasi kreasi anak,” kata Dirgadara.
Hal ini sejalan dengan tiga permasalahan psikologis tumbuh kembang anak dalam Al Quran yang dijelaskan oleh Ustaz Adi Hidayat (UAH).
Ustaz Adi Hidayat mengingatkan seluruh orang tua untuk berhati-hati jika tidak ingin gagal.
“Awas kalau gagal disini, anak ini tidak bisa menghormati orang tuanya,” kata UAH.
Di bawah ini tiga aspek psikologi perkembangan anak dalam Al-Qur’an yang patut diwaspadai orang tua.
“Jadi kalau saya uraikan seperti ini, terbagi menjadi 3 bagian. “Ada level satu, level dua, level tiga,” ujarnya.
“Ini laju pertumbuhannya, awalnya biasanya di kisaran 0-2 sampai sekarang sudah 7 atau 9 tahun, saya dapat 7 tahun, 7 berturut-turut dari hadis,” jelas UAH.
Hal ini dikarenakan pada usia 7 tahun anak sudah diarahkan untuk shalat.
“Saya sudah berdoa selama 7 tahun, kan? Itu sudah dipentaskan dengan matang, artinya sudah 10 tahun mereka diberikan pelatihan yang ketat,” jelasnya.
Pada tahap awal ini, kata Ustaz Adi Hidayat, pendekatan terhadap Al-Qur’an selalu menggunakan kata Bunayya yang berarti cinta.
“Kalau kita temukan dalam Al-Qur’an pada tataran ini, pendekatannya sering menggunakan bunayya-bunayya. Lalu dari anak ke bapak julukannya selalu abati abati abati,” lanjutnya.
Oleh karena itu, menurut ustaz Adi Hidayat menunjukkan bahwa pada tahap awal ini, usia 0-7 tahun harus banyak menggunakan kata-kata cinta dan perilaku yang menunjukkan rasa cinta orang tua terhadap anak.
“Apa maksudnya saat ini lebih banyak memberikan kasih sayang agar ombak membangkitkan perasaan anak terhadap orang tuanya,” kata UAH.
“Mudah-mudahan anak bapak saya beda, pintar, ganteng, cantik, alim, masya Allah apa itu. “Tapi jangan beri saya ciri-ciri fisik,” lanjut UAH.
Kemudian pada tingkat berikutnya yaitu rentang usia remaja, ia mulai menggunakan perintah.
Namun, orang tua harus ingat bahwa perintah diberikan tanpa menghilangkan rasa cinta atau kasih sayang.
“Pada tahap itu sayangnya ada, tapi berkurang dan bertambah dengan perintah bersama,” saran UAH.
“Kalau sudah 7 tahun mencapai puncak kematangan, misalnya tanggal 16-17 Bunayya, sayangnya masih ada, tapi digabungkan dengan pesanan,” lanjut UAH.
Menurut ustaz Adi Hidayat, hal ini bertujuan untuk mengurangi kenakalan dan membangun kemandirian sejak dini.
“Kalau terus di usia segitu, sayang sekali tidak pernah pesan, lalu tidak mau disuruh bernegosiasi dengan keinginannya,” kata UAH.
“Nanti sakit, baru mulai menata sesuatu, misalnya urus kotak sampah, antar teh, mulai nyapu, ada yang kentara, sedikit demi sedikit,” kata UAH.
Kemudian pada tahap terakhir, Ustaz Adi Hidayat mengenang kembali dialog tersebut.
“Ini tamatnya, kalau dilihat dari masa SMA yang sudah matang, biasanya perintahnya sudah tidak diterima lagi, tapi dialognya sudah dimulai ya,” jelas UAH.
Kalau dia menyuruh anak salat di masjid, anak itu akan berkata, bapak kenapa tidak dan seterusnya.
“Jadi yang penting adalah betapa pentingnya argumentasi tersebut, sehingga ketika tidak setuju maka disertakan langkah-langkahnya,” kata UAH.
Jika semua tahapan berjalan dengan baik, Insya Allah anak dapat terdidik dengan baik.
“Idealnya ini dilakukan dari tahap pertama. Nanti kalau tahap pertama dilakukan maka hasilnya seperti Nabi Ismail SA,” kata UAH.
“Intinya adalah jika langkah-langkah ini berhasil dengan baik, maka menuju ke tingkat yang lebih tinggi akan mudah,” kata UAH.
Ustaz Adi Hidayat berpesan agar anak-anak diberi kesempatan mengutarakan pandangannya.
“Tetapi jika hal itu hilang, setidaknya ketika mereka sudah dewasa, berikan mereka kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya,” saran UAH.
“Jangan terus-menerus memotong, mempersingkat garis dan memberi mereka kesempatan untuk berdebat,” lanjut UAH.
Meski demikian, Ustaz Adi Hidayat menekankan pentingnya perhatian ayah terhadap anak sejak kecil.
Meski sibuk mencari nafkah, para ayah perlu tetap dekat dengan anak-anaknya.
Ustaz Adi Hidayat meminta umat Islam meneladani Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Ash.
Meski Nabi Ibrahim tinggal di Palestina, namun ia tetap memperhatikan Nabi Ismail yang tinggal jauh.
“Meskipun Nabi Ibrahim bekerja di Palestina, putranya Ismail Alaihissalam berada di Mekkah, namun jaraknya luar biasa. “Tapi masih ada waktu pak, main-main dengan siapa, kalaupun mau menikah tetap tahu siapa pelamarnya dan akan menikah dengan siapa,” kata UAH.
Oleh karena itu, meski para ayah sibuk mencari nafkah di luar rumah, Ustaz Adi Hidayat berpesan untuk tetap menjaga anak.
“Hati-hati di luar sana. Tidak masalah jika Anda berada di luar kota untuk video call. “Maaf, maaf, kamu masih di dalam, bukan?”
Setelah dilakukan pasti hasilnya akan terasa suatu saat nanti.
“Kalau ini bisa terlaksana, feedback dari anak-anak pasti menarik,” kata UAH.
Hal tersebut menurut ustaz Adi Hidayat, merupakan respon yang diterima ketika seorang ayah dekat dengan anaknya.
“Ketika seorang anak dan seorang ayah sekaligus mendekatkan diri kepada Tuhan, maka yang lahir adalah rahmat Tuhan yang melimpah,” jelas UAH.
“Allah melimpahkan keberkahan, silaturahmi, keberkahan kepada seluruh keturunan yang terlahir dengan baik dan puncaknya adalah lahirnya Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam,” lanjut UAH.
Ustaz Adi Hidayat berpendapat, ayah dan anak yang bersama-sama taat kepada Allah akan dikaruniai keturunan generasi mana pun yang lebih baik dari ayah dan anak.
Wallahu’alam bishawab
(memasuki)