Jakarta, tvonenevs.com – Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susivijono Moegiarso membantah pengurangan uang selama lima bulan berturut-turut menunjukkan melemahnya daya beli masyarakat. Sementara lemahnya daya beli seharusnya tercermin pada laju inflasi inti yang akan muncul pada September 2024.
“Inflasi inti mencerminkan daya beli, bukan perubahan harga atau harga yang dikendalikan pemerintah,” kata Susivyono, Rabu (2/10/2024).
Meski demikian, Susivijono mengakui tren deflasi dalam lima bulan terakhir menjadi alarm bell. Pemerintah akan mempersiapkan langkah-langkah yang diharapkan untuk menghadapi tren ini.
Tren deflasi terus berlanjut hingga Mei 2024, dengan laju deflasi sebesar 0,03 persen pada bulan Mei, 0,08 persen pada bulan Juni, 0,18 persen pada bulan Juli, 0,03 persen pada bulan Agustus, dan 0,12 persen pada bulan September.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi inti sebesar 0,16 persen sebesar 0,10 persen. Sementara itu, indeks harga yang dikendalikan pemerintah mengalami penurunan sebesar 0,04 persen dengan inflasi umum sebesar 0,01 persen.
Komponen biaya variabel mengalami penurunan sebesar 1,34 persen yang berkontribusi terhadap inflasi IHK sebesar 0,21 persen. Produk utama yang terdampak adalah cabai merah, cabai rawit, telur mentah, dan ayam mentah.
Susiviyono memastikan pemerintah akan terus berupaya mengendalikan harga bahan pokok.
Sedangkan untuk inflasi primer, misalnya pada sektor properti. Kami menerima £166.000 dalam bentuk Dana Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dan dana tersebut dibelanjakan dua bulan lebih awal dari yang seharusnya dalam setahun. Jadi banyak tandanya daya beli masyarakat menengah masih bagus,” jelasnya.
Selain itu, banyak indikator perekonomian yang masih menunjukkan kinerja baik, salah satunya indeks kepercayaan konsumen (CII) Agustus 2024 sebesar 124,4, naik dibandingkan bulan lalu sebesar 123,4.
Bank Indonesia (BI) menyebutkan kenaikan kepercayaan konsumen pada Agustus 2024 ditopang oleh indeks kondisi perekonomian saat ini (IKE) dan penguatan indeks ekspektasi konsumen (IEK) masing-masing sebesar 114,0 dan 134,9.
Direktur BPS Amalia Adininggar Vidyasanti mengatakan, angka deflasi yang diperoleh BPS mengacu pada indeks harga konsumen (IHK), dimana faktor pendorongnya adalah biaya produksi dan kondisi pasokan. Oleh karena itu, BPS tidak mengaitkan data deflasi dengan penurunan daya beli masyarakat.
“Untuk mengambil kesimpulan apakah ini pertanda daya beli masyarakat menurun, perlu dikaji lebih lanjut.” “Karena daya beli tidak bisa dilacak berdasarkan inflasi atau deflasi,” ujarnya.
Meski demikian, dia mengatakan pihaknya akan terus mendalami apakah tren deflasi ini terkait dengan daya beli masyarakat atau hanya pergerakan pasokan saja.
Atau ada upaya stabilisasi harga di pusat dan daerah. Sebab intervensi kebijakan penghematan saham tentu akan mempengaruhi pergerakan harga pasar yang diterima konsumen, tutupnya. (semut/nba)