Sleman, disinfecting2u.com – Pendirian tempat hiburan malam di Dusun Kronggahan di Kapanewon Gamping, Desa Trihanggo, Daerah Istimewa Yogyakarta (SIY) mendapat tentangan dari warga sekitar.
Sebab, bangunan tersebut dinilai tidak patuh. Meski belum mendapat izin, namun proses pembangunannya sudah dimulai bahkan dibangun di atas tanah Kas Desa (TKD).
Oleh karena itu, masyarakat Kronggahan mengadukan permasalahan tersebut kepada Kabupaten Sleman (Pemkab), bupati setempat.
Koordinator Warga Kronggahan Priya Sinaga, Rabu (10/2/2024), mengatakan, “Kami meminta Sleman (Pemkab) memberikan jaminan bahwa cairan (pembangunan) akan ditolak.”
Dijelaskannya, kejadian tersebut bermula pada 21 Juli 2024, saat Kepala Dusun Kronggahan 1 mengundang pemangku kepentingan setempat untuk rapat membahas penggunaan TKD di zona Kronggahan I yang terletak di selatan desa atau di utara jalan lingkar. Saat itu juga hadir pemimpin Dusun Clongahan II.
Selanjutnya pada 22 Juli 2024, warga mendapat undangan dari Walikota untuk menyosialisasikan rencana pembangunan TKD. Penggunaan TKD juga tidak disebutkan di klub malam pada acara sosial tersebut.
Pada tanggal 24 dan 25 Juli 2024, Desa Cair dan Desa Trihanggo mengadakan acara pemotongan tumeng dan saling berdoa untuk dimulainya pembangunan, ketika keadaan semakin riuh.
Warga merasa tersisih sejak kegiatan pembangunan dimulai karena tidak pernah ada sosialisasi namun pembangunan tiba-tiba dimulai. Informasi yang terus bermunculan juga simpang siur sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Beberapa petani bagi hasil dan penggembala juga melaporkan bahwa kepala desa memaksa mereka untuk segera menyerahkan lahan pertanian mereka karena lahan tersebut akan segera dibongkar.
Bahkan, kata Priya, beberapa tanaman saat itu bisa dipanen dalam hitungan hari namun harus dimusnahkan.
Pembangunan tempat hiburan malam membuat situasi semakin kondusif karena adanya kekhawatiran akan perilaku asusila di masyarakat dan perpecahan antara masyarakat yang mendukung dan menentangnya.
Oleh karena itu, tokoh masyarakat setempat mengadakan pertemuan penolakan Cairan dan memenuhi keinginan warga melalui forum Kronggahan.
“Kami berusaha menggali informasi dan solusi. Karena kami tidak pernah diberikan informasi konkrit. Namun, proses pengembangan cairan terus berjalan. Di saat yang sama, tekanan terhadap penduduk semakin meningkat,” kata Priya.
Trafik penolakan semakin meningkat dibuktikan dengan hadirnya lamaran yang ditolak. Saat itu, ada 1.211 warga yang menandatangani penolakan.
Pada tanggal 31 Agustus 2024, warga Kronggahan menggelar aksi kumpul warga bertema unjuk rasa di lapangan voli RW 05 Dusun Kronggahan I untuk menolak cairan. Ada tiga reaksi warga atas aksi tersebut, yakni menolak keras pembangunan Liquid di kawasan Kronggahan.
Kepala desa dan semua pihak yang diperbolehkan mengatur cairan tersebut kemudian bertanggung jawab terhadap penduduk. Warga juga meminta Bupati mengembangkan usahanya sendiri dan melakukan upaya edukasi bagi warga, khususnya korban.
Namun di balik layar, terjadi keributan karena alokasi 200.000 dong untuk Liquid.
Makanya ini memecah belah negara kita dan menimbulkan keresahan. Kejadian ini akan semakin memperumit keadaan dan menambah kemarahan masyarakat, kata Priya.
Selain itu, tokoh masyarakat setempat sepakat untuk bersama-sama melaksanakan kampanye Kronggahan kedua pada tanggal 28 September 2024 yang bertemakan pengajian dan doa lintas agama.
Priya mengatakan, ada dua tuntutan warga, yakni penolakan tegas terhadap adanya hiburan malam dan kegiatan lainnya di kawasan Desa Trihanggo, dan warga Desa Trihanggo dalam keadaan darurat atau dinyatakan oleh Pemerintah Desa Trihanggo. Krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan. .
Pj Bupati Sleman Kusno Wibowo mengatakan, pihaknya telah mengusulkan pembentukan organisasi perangkat daerah (OPD) untuk mendapatkan izin Liquid.
Berdasarkan informasi dari teman-teman, kami bilang Cairan Kronggahan tidak berizin. Kemudian TKD juga tidak berizin, kata Kusno. (SCP/Es)