Pegiat Anti Korupsi Desak Akademisi Kirim Surat Amicus Curae ke MA Terkait Kasus Mardani Maming

Jakarta, disinfecting2u.com – Kasus Mardani Maming terus menyita perhatian publik belakangan ini.

Baru-baru ini, aktivis dan aktivis antikorupsi Bambang Harymurti meminta akademisi pengusut kasus Mardani Maming tetap bungkam dan mengambil tindakan hukum maksimal. 

Menurutnya, akademisi harus dilibatkan dalam mengirimkan surat amicus curae (sahabat pengadilan) ke Pengadilan Tinggi Federal (MA).

“Dalam perkara Mardani H. Maming, hasil pemeriksaan terhadap putusan membebaskan terdakwa atau membebaskannya dari segala tuntutan hukum dan pendapat para ahli hukum terkemuka hendaknya diketahui dan didengarkan di Mahkamah Agung yang berwenang. memutus perkara dalam peninjauan kembali Mahkamah, harus mempunyai kekuatan hukum,” ujarnya.

Bambang mengimbau semua pihak berani menyatakan sikap dengan mengirimkan pesan ke Mahkamah Agung. 

Pasalnya, kata Bambang, asas hukum di Indonesia adalah asas praduga tak bersalah dan beban pembuktian ada di Kejaksaan.

“Pakar hukum dan pengambil keputusan harus berani menyusun pendapatnya sebagai ahli atau amicus curiae (sahabat pengadilan) dan mengajukannya ke Mahkamah Agung,” kata Bambang. 

“Ingatlah pepatah hukum yang sering dikutip bahwa lebih baik membebaskan sepuluh, atau bahkan seratus orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak terbukti.”

Diketahui, Mardani Maming divonis penjara dan denda karena diduga menerima bonus senilai Rp 118 miliar dari mendiang Henry Soetio, mantan direktur PT Prolindo Cipta Nusantara. 

Padahal, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan kuasa hukum UII, bukti forensik membantah seluruh tudingan tersebut. 

Selain itu, terdapat pula putusan Pengadilan Niaga yang mengabulkan dan menyatakan bahwa hal tersebut murni hubungan dagang dan merupakan perjanjian kolusi.

Keinginan untuk membebaskan Mardani Maming dari jeratan hukum banyak diungkapkan oleh para aktivis dan pakar hukum dalam diskusi dan bedah buku berjudul “Mengungkap Kesalahan dan Kekeliruan Hakim dalam Kasus Mardani H. Maming”.

Profesor Topo Santoso dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyatakan pentingnya pemeriksaan kritis terhadap putusan pengadilan oleh pengacara.

“Kesalahan dalam pengambilan keputusan peradilan selalu mungkin terjadi, dan tinjauan kritis ini penting sebagai pembelajaran bagi aparat penegak hukum,” kata Topo. (raa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top