Jakarta, disinfecting2u.com – Perwakilan Dana Kependudukan PBB (UNFPA) Palestina, Nestor Owomuhangi mengatakan, meningkatnya kemarahan warga Jalur Gaza menjadi penyebab terjadinya kerusuhan dan penjarahan.
Tragedi, hilangnya nyawa, harapannya luar biasa, kata Owomuhangi dalam konferensi pers usai lawatan delapan hari ke Gaza, mengutip Antara, Jumat (10/11/2024).
Mengatakan bahwa upaya UNFPA untuk mengunjungi rumah sakit di Gaza utara telah ditolak oleh otoritas Israel, ia mengatakan 2,1% penduduk Gaza berada dalam risiko setelah satu tahun kehancuran.
Karena banyak warga Gaza yang sering mengungsi akibat serangan Israel, katanya, salah satu pria yang ditemuinya mengaku melarikan diri sebanyak 15 kali.
“Lebih dari lima persen penduduk Gaza telah terbunuh, terluka atau hilang, dan kemarahan mempengaruhi 96 persen warga Gaza, menyebabkan kekacauan dan penjarahan.
Komentarnya menyusul beberapa postingan di media sosial yang mengatakan bahwa PBB tidak berbuat cukup untuk membantu Gaza.
Lebih lanjut Owomuhangi mencatat, saat ini terdapat 49.000 ibu hamil dan sekitar 4.000 di antaranya akan melahirkan.
“Itu berarti sekitar 130 kelahiran sehari,” katanya, mengutip peningkatan risiko keguguran dan kematian saat melahirkan.
Dengan meningkatnya kondisi manusia, Owomuhangi mengatakan jumlah ibu hamil yang mengalami keguguran atau meninggal saat melahirkan meningkat tiga kali lipat.
Dia mengatakan faktor-faktor seperti malnutrisi dan kecemasan menghambat pemberian ASI, dan dia mencatat bahwa peralatan makan bayi tidak terjangkau dan tidak terjangkau bagi banyak orang.
“Lebih dari 17.000 ibu hamil mengalami kelaparan, dan 11.000 ibu hamil lainnya juga mengalami kondisi yang sama seperti kelaparan,” jelasnya.
Menyoroti tantangan dalam memberikan bantuan kepada masyarakat Gaza, beliau mencatat bahwa ada banyak tantangan logistik.
“Pada bulan September, 87 persen dari 588 gerakan kemanusiaan yang direncanakan diblokir atau ditolak oleh otoritas Israel,” ujarnya.
Menekankan kurangnya rasa sakit yang mengganggu obat-obatan mulai dari anestesi hingga antibiotik, dia mengatakan masalah sebenarnya adalah membawa mereka ke fasilitas yang membutuhkan pemberiannya.
“Butuh waktu empat hingga lima bulan untuk mendatangkan barang-barang tersebut,” tutupnya, seraya menambahkan bahwa hal ini bukan hanya karena kuantitasnya, tetapi juga karena kurangnya keamanan pengiriman. (dingin)