Surabaya, disinfecting2u.com – Pakar Hukum Tata Negara di Surabaya menilai perminyakan pemerintahan Prabowo Gibran tidak menjadi masalah karena sudah ada payung hukumnya. Namun perlu ada koordinasi antar kementerian agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
Dr Hufron, SH., MH., Pakar Hukum Tata Negara Universitas Surabaya pada 17 Agustus menegaskan, menurut undang-undang, penambahan jumlah menteri adalah sah dalam UU Nomor 61 Tahun 2024, mengubah peraturan sebelumnya tentang kementerian pemerintah, Presiden berhak menentukan jumlah kementerian sesuai dengan kebutuhan Pemerintah.
Pak Hufron mengingatkan, meski tidak ada kendala hukum, masyarakat akan mengkaji langkah dewan menteri dalam melaksanakan rencananya. Persoalan seperti koordinasi dan tumpang tindih kekuasaan bisa muncul dalam kabinet yang besar.
“Jadi secara hukum tidak ada batasan jumlah menteri asalkan sesuai dengan keinginan Presiden. Itu yang disebut rechtmatigheid van bestuur atau legitimasi pemerintah,” kata Dr Hufron.
Namun banyak pihak yang mempertanyakan apakah kabinet berukuran besar ini bisa berfungsi dengan baik atau tidak. Istilah Doelmatigheid van bestuur atau asas dukungan pemerintah menjadi penting dalam menilai kinerja kabinet baru ini. Kabinet yang besar memungkinkan terjadinya pembagian kerja yang lebih baik namun di sisi lain juga membawa permasalahan dalam hal koordinasi, koordinasi dan anggaran biaya.
Menurut Dr Hufron, dewan menteri yang terdiri dari banyak menteri akan diuji pada enam bulan pertama, terutama apakah mereka bisa menghasilkan rencana konkrit yang relevan dengan masyarakat luas. Salah satu kekhawatiran utama adalah kemungkinan terjadinya tumpang tindih kewenangan antar kementerian, terutama ketika kegiatan koordinasi dan mediasi kurang baik.
Dia menambahkan: “Peningkatan jumlah kementerian dapat menyebabkan masalah persatuan yang besar, karena pemerintah yang baru terpecah harus memastikan bahwa tugas-tugas utama dan tanggung jawab kementerian-kementerian ini jelas. Jika tidak, kita akan melihat kewenangan yang tumpang tindih yang dapat menunda pengambilan keputusan.” .
Masalah koordinasi dan birokrasi
Persoalan dewan menteri lainnya adalah persoalan koordinasi antar kementerian, terutama antar kementerian yang mempunyai fungsi serupa. Misalnya, terjadi pemisahan Kementerian Perencanaan Politik, Hukum, dan Keamanan menjadi beberapa kementerian baru yang fokus pada bidang keamanan dan hak asasi manusia. Menurut Hufron, hal tersebut perlu dibarengi dengan penguatan peran dan fungsi masing-masing kementerian agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
Lebih lanjut, Hufron menekankan pentingnya mediasi antar kementerian yang menangani permasalahan serupa, seperti Kementerian Hukum dan Kementerian Hak Asasi Manusia. Tanpa struktur yang jelas, pelaksanaan program kesehatan Pemerintah akan terhambat. Dalam konteks ini asas Doelmatigheid van bestuur menjadi penting, karena keberhasilan penyelenggaraan publik akan diukur berdasarkan manfaat yang dirasakan masyarakat.
Selain persoalan koordinasi, Dr Hufron juga menyinggung kemungkinan permasalahan anggaran dalam pengelolaan kabinet yang besar. Dengan bertambahnya jumlah badan, wakil menteri, dan organisasi baru, beban anggaran pemerintah juga bertambah. Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi pemerintahan untuk mendorong pemerintahan yang ramping, fleksibel dan efisien.
Namun, pemerintahan Prabowo Gibran menegaskan bahwa dewan perdana menteri bertujuan untuk memperkuat kerja pemerintah dalam menghadapi tantangan global dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Terkait hal tersebut, masyarakat dan para ahli pengamat akan menunggu dan menilai apakah dewan tersebut rektor dapat melakukan hal tersebut dan menjalankan tugasnya dengan bijaksana dan efektif.
Pada akhirnya, meskipun dewan menteri menghadapi tantangan, Presiden, Pak Prabowo, yakin bahwa dewan menteri akan mampu mempercepat realisasi visi dan tujuan pemerintah. Dewan Menteri akan dinilai berdasarkan hasil aktual yang dapat didengar publik dalam beberapa bulan mendatang. (msi/tujuan)