disinfecting2u.com – China, Jepang, dan Korea dikenal sebagai tiga negara yang memiliki beragam makanan khas berbahan olahan mie. Mie ini disajikan tidak hanya dalam bentuk kuah, tetapi juga dengan bumbu khas dan saus dengan rasa yang unik.
Faktanya, ketiga negara tersebut juga memiliki menu olahan mie yang serupa. Contohnya adalah mie dingin yang sering disantap saat cuaca panas.
Di Tiongkok, salah satu olahan mie dingin adalah liang mian, di Jepang adalah hiyashi chuka, dan di Korea adalah naengmyeon.
Ketiga negara ini dikenal memiliki olahan mie unik yang dikenal di berbagai belahan dunia. Tak heran jika mereka menjadikan olahan mie sebagai salah satu santapan sehari-hari.
Tak hanya olahan mie dengan cita rasa yang khas, masyarakat China, Jepang, dan Korea juga kerap menyantapnya. Bahkan, masakan ini sudah menjadi santapan sehari-hari yang bisa disantap kapan saja.
Selain harganya yang terjangkau, mie instan juga mudah dibuat karena tidak memakan banyak waktu.
Lantas mengapa masyarakat di tiga negara Asia Timur ini tetap sehat meski sering mengonsumsi mie instan? Berikut penjelasan dari Dr. Zaidul Akbar
Menurut dokter sekaligus profesor tersebut, masyarakat ketiga negara tersebut tidak bisa melepaskan diri dari konsumsi makanan berbahan dasar tepung.
“Konsumsi masyarakat Korea, China, dan Jepang tidak lepas dari tepung, khususnya mie instan,” kata dr Zaidul Akbar.
“Mie instan memang tidak setengah-setengah bagusnya, namun tetap memiliki kualitas kesehatan yang baik,” lanjutnya.
Namun konsumsi mie instan seringkali dianggap sebagai kebiasaan buruk di Indonesia. Karena diyakini berdampak buruk bagi kesehatan.
Permasalahan konsumsi mie instan juga disebabkan oleh perbedaan gaya hidup di China, Jepang, Korea, dan Indonesia.
Menurut dr Zaidul Akbar, budaya jalan kaki sudah tersebar di tiga negara di Asia Timur dan juga sudah menjadi gaya hidup masyarakat sehari-hari.
“Orangnya suka jalan kaki. Kalau pernah ke Hongkong, luar biasa. Dulu saya hitung hampir 14 ribu langkah saat mau dilakukan MRI,” jelas dr Zaidul Akbar.
“Jaraknya lumayan jauh, 14 ribu langkah, beberapa kilo. Jadi setiap hari Anda membakar (kalori). “Bagi kami (di Indonesia), tidak seperti itu,” imbuhnya.
Hal ini rupanya berbanding terbalik dengan gaya hidup sebagian besar masyarakat Indonesia yang jarang jalan kaki. Bahkan untuk menuju supermarket terdekat pun tetap harus menggunakan sepeda motor.
Di sisi lain, dr Zaidul Akbar juga menyoroti betapa masyarakat di tiga negara tersebut kerap mengonsumsi bawang bombay dan olahan sayuran yang dimasak sekaligus dibandingkan masakan yang dipanaskan kembali.
“Makanan tidak dipanaskan, karena pasti berkarat. Jadi jarang sekali kita melihat orang gemuk di China dan Hong Kong,” ujarnya.
Dari situlah Dr Zaidul Akbar menyarankan untuk mencontoh gaya hidup Nabi Muhammad SAW.
“Nah, seharusnya begitu, bagi Nabi kita SAW, berjalan seperti orang menuruni bukit,” ujarnya.
Terakhir, Dr Zaidul Akbar berpesan agar umat Islam meneladani gaya hidup Nabi Muhammad SAW.
Ikuti saja cara jalan Nabi, olah raga Nabi, pasti menyehatkan, kata dr. Zaidul Akbar pada mie instan. (aliran)