Jakarta, disinfecting2u.com – Komisioner Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan diperlukan payung hukum yang lebih tinggi untuk mengatur kebijakan subsidi pupuk guna mengatasi permasalahan secara keseluruhan.
Senin lalu, ia mengatakan setidaknya ikatan hukum semakin kuat pasca acara “Isu, Peluang dan Arah Kebijakan Subsidi Pupuk Kabinet Merah Putih” yang digelar bersama FEM IPB University di Bogor. Saat ini, aturan rinci mengenai pembayaran subsidi pupuk adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2024 yang berlaku mulai 17 April 2024. Menteri Pertanian Nomor 2024. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 “Tata Cara Penetapan Pendistribusian dan Harga Eceran Maksimum Pupuk Bersubsidi di Lingkungan Departemen Pertanian”.
IKA dan Ombudsman menilai aturan subsidi pupuk harusnya diatur dalam peraturan presiden.
Inkonsistensi data Sistem Elektronik Perencanaan Permintaan Kelompok (e-RDKK) ditemukan Ombudsman saat menggelar forum konsultasi permasalahan distribusi dan pengadaan pupuk bersubsidi.
Misalnya ada masyarakat yang bukan petani namun terdaftar di e-RDKK, data petani terduplikasi di e-RDKK dan selama ini datanya belum tersedia, petani kecil dan petani tidak terdaftar di e-RDKK. NIK di e-RDKK, tidak sesuai dengan data kependudukan, dan kesatuan data tanah di e-RDKK.
Sementara itu, saat proses pengembalian subsidi pupuk, petugas menemukan Tani belum siap menerapkan kartu tersebut sekaligus. Penerbitan kartu identitas tidak efisien dan infrastruktur seperti mesin EDC dan koneksi jaringan tidak memadai.
Yeka mengatakan Kementerian Pertanian akan terus memantau dan menyikapi rekomendasi atau tindakan perbaikan yang diberikan inspektorat. Dia juga menghargainya.
“Kami berharap perkembangan ini membawa angin segar bagi upaya ombudsman mengatasi subsidi pupuk yang sistemik,” ujarnya.
Ia juga terutama memberikan saran mengenai pengumpulan data. Ia berpendapat bahwa lembaga atau badan khusus harus bertanggung jawab atas pengumpulan data.
“Karena selama ini belum ada satupun lembaga yang bertanggung jawab terhadap kualitas pendataan. Jadi misalnya harus ada petugas pendataan yang ditunjuk pemerintah dan mendapat insentif dari pemerintah,” ujarnya.
Kedua, Yeka mengatakan perlunya peningkatan insentif bagi pedagang dan kios, karena besaran insentif bagi keduanya tetap sama meskipun inflasi terus meningkat dari tahun ke tahun selama 13 tahun terakhir.
“Untuk pedagang masih Rp 50 per kilogram, dan untuk kios masih Rp 75 per kilogram. Ombudsman menilai kecilnya insentif ini menjadi salah satu faktor terjadinya berbagai penipuan sehingga perlu dilakukan penguatan pengawasan terhadap penyaluran insentif kepada pedagang dan pedagang. kios untuk mengurangi ini, “katanya.
Ketiga, memperkuat pengawasan. Sebab subsidi mau tidak mau akan menimbulkan perbedaan harga.
“Ada fasilitas monitoring namun belum didukung dengan program yang matang untuk memantau permasalahan hulu pupuk bersubsidi. Program monitoring memantau berbagai permasalahan pupuk bersubsidi,” kata Yeka.
Keempat, Yeka menilai perlunya menghentikan praktik yang menjadikan banyak pekerja dan petugas pelayanan menjadi sasaran penyidikan kejaksaan karena masalah pendataan.
Mekanisme pengumpulan data dan integrasi data harus disajikan dalam dashboard pusat data dan informasi.
Ia menyimpulkan: “Saya berharap Perpres dapat mengarahkan ke arah itu, sehingga pelayanan subsidi pupuk terus berkembang dan meningkat.”