Jakarta, disinfecting2u.com – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan harga minyak goreng atau MinyaKita sudah mulai turun secara bertahap. Jika dulu MinyaKita berharga Rp 17.000 per liter, kini turun menjadi Rp 15.700. Tadi saya cek dan ada yang harganya Rp 15.700,- Ini sudah mulai normal, kata Budi, Senin (23/12/2024) di Bandung Barat.
Budi menjelaskan, kenaikan harga sebelumnya disebabkan oleh keterlambatan pengiriman dan rantai distribusi yang panjang.
Untuk mengatasi hal tersebut, pihaknya mengandalkan Program Sistem Pasar dan Pemantauan Permintaan Dasar (SP2KP) Kementerian Perdagangan yang memungkinkan pemantauan secara cermat terhadap distribusi minyak goreng dari pusat hingga daerah.
“Kami punya SP2KP yang akan memantau dari pusat hingga daerah untuk melihat mana saja yang mengalami kenaikan harga dan cepat memverifikasi penyebabnya, misalnya dari sisi pasokan,” ujarnya.
Meski terjadi penurunan harga, Kementerian Perdagangan, Satgas Pangan, dan dinas/instansi terkait akan terus bersinergi untuk memastikan MinyaKita tidak kembali naik di berbagai daerah.
“Departemen dan tim layanan makanan terus memantau dan berkomunikasi setiap hari untuk memastikan distribusi yang tepat,”
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Terorganisir Perdagangan Kementerian Perdagangan Rusmin Amin menyatakan kenaikan harga MinyaKita karena terlalu panjangnya rantai distribusi sehingga membuat harga sampai ke konsumen menjadi lebih tinggi.
Ia mengatakan, distribusi yang berlangsung lama tidak menghilangkan adanya perdagangan antar penjual sehingga berdampak pada kenaikan harga eceran di masyarakat.
“Jadi kalau kita lihat penularannya banyak. Jadi kenaikan harga yang akhirnya sampai ke konsumen bukanlah Rp 15.700 sebagai harga eceran tertinggi (HET), kata Rusmin.
Rumin menemukan nilai-nilai di ujung atas distribusi (D1 dan D2) masih sesuai dengan HET. Namun, harga meningkat secara signifikan ketika melewati pengecer dan grosir.
Menurut dia, banyak penjual yang menjual minyaknya ke penjual lain atau pedagang grosir sebelum sampai ke konsumen akhir.
‘Maka harga di konsumen pasti naik, tidak sejalan dengan HET. “Ini model distribusi yang sedang kami pelajari,” ujarnya. (semut/nba)