disinfecting2u.com – Kompol Al-Bahja Buya Yahya bercerita tentang keluarga ibu tiri dan menantu Buya Yahya, dengan menonjolkan ibu tiri ibu tiri dan putri tirinya.
Dalam salah satu kajiannya, Buyya Yahya mendapat pertanyaan dari umat Kristiani tentang mertua dari menantu dan ibu tirinya sepeninggal suaminya.
Pihak gereja mendekati Buya Yahya karena mendapat rumor bahwa menantunya akan menjadi maram ibu tiri jika ayah kandungnya meninggal.
“Assalamualaikum Buya. Buya Afwan ingin bertanya. Bagaimana status hukum ibu terakhir setelah ayah kita meninggal?”
Masyarakat kembali bertanya karena setelah ayah kandung meninggal, pembatasan Maram diyakini diakhiri oleh ibu tirinya.
Dalam Islam, Maharam ini artinya tidak boleh menikah dengan orang yang masih menjalin hubungan darah.
Selain itu, mahram juga didukung oleh masyarakat mengenai pernikahan dan menyusui.
“Apakah dia akan tetap menjadi ibu tiri kita? Setelah ini selesai, ibu tiri kembali ke keluarga dan anak-anak dari suami yang meninggal tidak lagi bertanggung jawab?”
Para jamaah mempertanyakan hubungan persahabatan di antara mereka agar tidak mengganggu ibadah mereka sebagai pemeluk Islam.
“Benarkah setelah bapaknya meninggal, ibu tirinya masih maram dan kalau disentuh tidak sah?” – Biksu itu bertanya.
Dalam pandangan Islam, ibu tiri bukanlah maharam bagi menantunya. Namun anak kandungnya bisa dikandung oleh Maram dengan syarat tertentu.
Ibu tiri tidak memiliki Brahma yang agung karena dia tidak memiliki saudara, perkawinan, atau kelahiran.
Mengapa Menantu Bisa Menjadi Maram? Maksudnya ketika seorang laki-laki mengawini ibunya dan kemudian mereka berdua hidup bersama.
Dari segi tanggung jawabnya, orang tua angkatnya tidak mempunyai hubungan hukum perdata dan tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan nafkah kepada anak angkatnya.
Sebagai pendakwah yang baik hati, Bui Yaya menegaskan bahwa ibu tirinya tidak sedang mengandung menantu.
Buth Seiha menegaskan, keadaan ibu tiri sejak menikah dengan ayah kandungnya tetap sama dan bukan hal yang aneh.
“Ibu tirimu adalah ibu tirimu,” tegasnya.
Pengkhotbah kelahiran Blytar ini mengatakan, keturunan yang ditinggalkan ayahnya setelah kematiannya masih belum bisa memiliki hubungan dekat dengan ibu tirinya.
Terkait situasi tersebut, ia membenarkan bahwa sang ibu masih menjalin hubungan dengan anak tersebut dan ibu tiri sang suami.
“Jika kamu laki-laki, dia adalah ibumu yang tidak bisa menikahinya,” jelasnya.
Ia berpesan kepada anak-anak ayahnya untuk tetap menghormati ibu tirinya, bahkan setelah orang tuanya meninggal.
“Kamu harus menghormatinya, tidak ada kata lain, karena setia kepada ibu dan ibu tirimu berarti mengabdi pada ayahmu dan tetap menjadi brahmana yang hebat.
Buya Yahya kemudian menjelaskan tanggung jawabnya untuk menafkahi anak suaminya.
Menurutnya, ibu tiri berhak kembali ke keluarga asal. Jika seseorang ingin berumah tangga, tinggal bersama menantunya tidak menjadi masalah.
Dia mengatakan bahwa anak-anak tidak boleh mengirim ibu tirinya kembali ke keluarga.
“Kamu ingin menjadikannya baik karena kamu ingin mengabdi pada ayahmu yang sudah meninggal,” katanya.
“Tidak ada batasan, jadi harus diperhatikan,” ujarnya.
Ia mengenang, ibu tiri yang ditinggalkan suaminya masih berhak mendapat warisan sekitar seperdelapan.
(Pusat)