disinfecting2u.com – Amalan Sharawat merupakan amalan yang dianjurkan dalam ajaran Islam.
Sharawat terdiri dari doa dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
Melaksanakan Sharawat juga merupakan salah satu cara menunjukkan rasa hormat dan mohon ampun dalam Al-Quran, dimana Allah SWT memerintahkan hambanya untuk mempersembahkan Sharawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Hal ini dinyatakan dalam ayat 56 Al-Quran.
Tuhan akan, Tuhan akan, Tuhan akan, Tuhan akan, Tuhan akan, Tuhan akan, Tuhan memberkati Anda, ِّ ِّتت
Artinya : Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya mendoakan Nabi Muhammad SAW. Wahai orang-orang yang beriman! Berdoalah untuk Nabi dan kirimkan salam Anda dengan hormat.
Oleh karena itu, sebagai umat Nabi Muhammad SAW, marilah kita perkuat shalat kita.
Namun sebagian umat Islam bingung bagaimana cara membaca doa yang sebaiknya dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Benarkah lebih baik menggunakan kata Sayidina dalam sholawat para nabi?
Berikut penjelasan Ustaz Adi Hidayat tentang penggunaan kata Sayidina dalam sholawat Nabi.
Ustaz Adi Hidayat mengatakan diperbolehkan menggunakan Sayidina sebelum nama Nabi Muhammad SAW kecuali dalam shalat.
“Kata Saidina memiliki banyak arti sehingga dapat digunakan tanpa ada keberatan di luar salat,” kata UAH.
Berikut makna Saidina yang dijelaskan Ustaz Adi Hidayat.
“Pertama-tama, mohon perlakukan orang lain dengan hormat dan panggil kami ‘tuan’ atau ‘ayah’ meskipun kami bukan ayah kandung Anda,” jelas UAH.
Misalnya, Anda memanggil Ahmed Pak Ahmed Dhoni Pak Dhoni alih-alih ayah Anda, untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang lain, lanjut UAH.
Meski demikian, Ustaz Adi Hidayat mengingatkan agar kata ‘sayyidina’ tidak digunakan untuk ibadah yang berlebihan.
“Yang tidak boleh adalah membudidayakannya atau mempromosikannya secara berlebihan,” kata UAH.
Ustaz Adi Hidayat kemudian menjelaskan penggunaan kata “Sayyid” di Jazirah Arab.
“Dalam bahasa Arab, ketika orang mendapat perhatian dan menganggapnya sebagai aliran sesat yang berlebihan, mereka mengucapkan Sayed, Ya Said, Ya Said, sehingga orang-orang memperhatikan dan memperhatikan secara mendalam di luar batas nalar,” jelas UAH.
UAH melanjutkan, “Kemudian orang ini datang dan membesar-besarkan segala hal tentang Nabi dan Ya Saidi dan semua itu untuk menarik perhatian orang ini dan memberi tahu dia siapa dia.”
UAH kemudian bercerita tentang seorang laki-laki yang menyalahgunakan gelar Saidina pada masa Nabi.
UAH mengatakan gelar Sayyidina berlebihan digunakan pada masa Nabi.
Ustaz Adi Hidayat menjelaskan, “Saat terjadi peristiwa, Nabi mengutus seseorang lalu beliau ingin menarik perhatian, dan Nabi merupakan sosok yang populer saat itu.”
Mencontohkan apa yang disabdakan Rasulullah kepada pria tersebut, UAH menjelaskan: Nabi bersabda, “Jangan melebih-lebihkan ibadahku, sebagaimana nabi Isa disembah oleh umatnya.”
Dengan kata lain, kata “UAH” boleh-boleh saja asalkan kata Saidina tidak digunakan secara berlebihan untuk menimbulkan aliran sesat, yang biasa diucapkan di Madinah atau Mekah.
“Itu lumrah. Di Madinah kita berdoa kepada Allahumashalli’ala Sayidina Muhammad, begitu pula di Mekkah,” kata UAH.
“Yang dilarang adalah aliran sesat,” tegas UAH.
Lantas, bolehkah menggunakan kata “Saidina” saat berdoa?
Terkait hal itu, Ustaz Adi Hidayat menjelaskan, penggunaan kata “saidina” saat shalat sama saja, boleh atau tidak.
Namun UAH tidak menganjurkan penggunaan Sayyidina.
UAH mengatakan, “Allah SWT adalah satu-satunya penguasa shalat, itulah sebabnya ketika Nabi Muhammad SAW mengucapkan teks Tahyat, dalam sejarah sebenarnya Tahyat tidak ditemukan dalam teks Sayyidina.”
“Jadi kalau soal salat, saya cenderung memilih kalimat yang tidak menggunakan kata sayyidina karena dua alasan,” lanjut UAH.
Oleh karena itu, Ustaz Adi Hidayat menjelaskan alasan pertama mengapa Allah SWT adalah satu-satunya dan kedua alasan mengapa beliau langsung mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW.
Waraf Alam