Konspirasi Tambang Emas Ilegal 98 Hektare di NTB, KPK Singgung ‘Bekingan’ WNA China yang Kuras Harta Karun RI Bertahun-tahun: Kok Bisa?

Jakarta, disinfecting2u.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan dalam penyidikan konspirasi penambangan emas ilegal yang melibatkan warga negara China di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung turun ke lapangan dan memasang rambu peringatan di lokasi sebagai tindakan pencegahan.

Peringatan ini dikeluarkan KPK bekerja sama dengan beberapa instansi terkait untuk melindungi kawasan hutan dari aktivitas penambangan liar yang dapat merugikan negara triliunan dan merusak lingkungan.

Ketua Satgas Koordinator Pengawasan Daerah V KPK (Korsup) Dian Patria menegaskan, tujuan pemasangan plang tersebut untuk mendorong penegakan hukum di sektor pertambangan, khususnya di kawasan hutan.

“Jadi kami di sini mendampingi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Dinas LHK dan ESDM NTB agar bisa menegakkan aturan,” kata Dian, dikutip Sabtu (10/5/2024).

Ia juga mengingatkan otoritas setempat untuk tidak menutup mata terhadap aktivitas ilegal tersebut.

Menurut Diana, penambangan tanpa izin di kawasan hutan berpotensi melanggar hukum.

KPK juga menemukan pendekatan tambang emas ilegal ini diduga melibatkan pihak lokal. 

“Jangan sampai operasi penambangan liar ini mengandung unsur pidana yang berujung pada korupsi, suap, atau ‘dukungan’. Kalau ada indikasi seperti itu, harus segera lapor,” ujarnya.

Dian juga mempertanyakan bagaimana mungkin lahan seluas 98,16 hektare bisa digunakan untuk penambangan emas ilegal dan masuk dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Indotan.

“Kok ada tambang ilegal, tapi yang punya IUP tidak masalah. Saya hanya mendapat tanda kecil, itu Agustus setelah sekian tahun,” ujarnya dengan nada heran.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga pemasangan baliho kecil yang dilakukan PT Indotan di kawasan IUP hanyalah taktik untuk menghindari pajak dan kewajiban kepada pemerintah.

Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh dirugikan dan masyarakat tidak terkena dampak kerusakan lingkungan akibat konspirasi tersebut, tambah Dian.

Tanda yang dipasang KPK itu memuat logo Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Pemprov NTB, dan KPK.

Di papan itu tertulis peringatan yang melarang siapapun melakukan kegiatan penambangan tanpa izin di kawasan hutan Pelangan, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

Jika melanggar, pelanggar terancam hukuman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar sesuai Pasal 89 juncto Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pencegahan Penyakit. Pemberantasan Perusakan Hutan Tambang Emas Ilegal di Sekotong memiliki omzet sebesar Rp 1,08 triliun setiap tahunnya.

Parahnya lagi, tambang yang ditemukan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut hanyalah satu dari beberapa lokasi penambangan liar lainnya yang tersebar di berbagai wilayah NTB seperti Lantung, Dompu, dan Sumbawa Barat.

Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, tambang emas ilegal ini diperkirakan memiliki omzet hingga Rp1,08 triliun. “Ini baru satu tempat dengan tiga cadangan dan mungkin masih ada lagi di sebelahnya. Belum lagi yang ada di Lantung, Dompu. “Dan Sumbawa Barat, berapa kerugiannya setiap bulan, bisa sampai triliunan kerugian negara,” kata Dian, Sabtu (10/5/2024).

Dian mengatakan perkiraan peredaran tambang emas ilegal ini setelah dilakukan sidak langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dinas LHK NTB, dan Dinas ESDM NTB.

“Lokasinya berada di kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Estimasi omset bulanannya bisa mencapai Rp90 miliar atau sekitar Rp1,08 triliun setiap tahunnya,” jelasnya.

Data Dinas LHK NTB menunjukkan ada sekitar 26 lokasi penambangan liar di Sekotong, termasuk wilayah IUP PT Indotan.

Dian menilai negara mengalami kerugian besar akibat penambangan liar.

Ia menduga ada konspirasi atau kolusi antara pemegang IUP dan pengusaha pertambangan untuk menghindari pembayaran pajak dan royalti kepada pemerintah.

“Kami melihat ada potensi modus operandi di mana pemegang izin tidak menindak penambangan liar ini. Tujuannya mungkin untuk menghindari pembayaran pajak, biaya izin, dan kewajiban lainnya kepada negara,” ujarnya.

Selain itu, sebagian besar alat berat dan bahan kimia yang digunakan di tambang ini diimpor dari luar negeri, terutama dari China.

Hal ini termasuk merkuri dan peralatan khusus untuk proses pelindian sianida yang digunakan dalam pemrosesan emas.

Dian juga mengingatkan potensi kerusakan lingkungan akibat limbah merkuri dan sianida dari penambangan liar. Limbah ini dapat mencemari sumber air dan pantai di sekitar lokasi penambangan.

“Lingkungan sekitar tambang ini sangat indah dan memiliki potensi wisata yang besar. Namun tambang ilegal ini merusaknya dengan sembarangan membuang merkuri dan sianida. Jika tidak diatasi, dampaknya akan sangat merugikan masyarakat sekitar dan lingkungan.” katanya.

Tambang emas ilegal yang diduga dikelola asing Tionghoa ini terletak di Dusun Lendek Bare, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasang rambu peringatan di lokasi tersebut untuk menghentikan penambangan tanpa izin.

Langkah KPK ini merupakan bagian dari upaya mendukung optimalisasi pajak dan pendapatan asli daerah (PAD) yang menjadi fokus Pusat Pemantauan Pencegahan (MCP).

“Tujuannya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pendapatan daerah,” kata Dian.

Jika sebuah tambang ilegal diperkirakan menghasilkan Rp 1,08 triliun, maka dengan asumsi harga emas Rp 1.387.791 per gram, tambang ilegal yang dikelola asing China bisa menghasilkan sekitar 778,22 kg emas. Itu hanya dari situs penambangan ilegal. (rpi)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top