disinfecting2u.com – Ahli dokter forensik yang biasa menangani kasus-kasus besar, Denny Darko menceritakan kisah misterius saat memeriksa jenazah korban flat.
Pada 9 Januari, Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di Indonesia pada 9 Januari 2021.
Pesawat yang sedang melakukan perjalanan dari Batavia menuju Pontianak itu jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Batavia, sesaat setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta.
Dalam kejadian tersebut, total penumpang pesawat yang berjumlah 62 orang, terdiri dari 12 awak pesawat, 40 penumpang dewasa, 7 anak-anak, dan 1 anak meninggal dunia. Tidak ada seorang pun yang selamat dari bencana tersebut.
Mengidentifikasi korban kecelakaan ini merupakan tantangan besar bagi tim medis forensik.
Salah satu tokoh penting dalam proses identifikasi adalah panitia. anugerah Dr. Dr. Sumy Hastry Purwanti, DFM, Sp.F merupakan seorang ahli forensik yang berpengalaman menangani berbagai bencana besar di Indonesia.
Dokter Hastry, sapaan akrabnya, merupakan bagian dari tim DVI (Disaster Victim Identification) yang bertugas mengidentifikasi korban berdasarkan bagian tubuh yang ditemukan di lokasi kejadian.
Dalam wawancara dengan Denny Darko, pesulap dan YouTuber terkenal, Dr. Haste menjelaskan proses yang harus dilalui tim DVI untuk mengedit gambar tersebut.
Proses ini meliputi 4 tahap: TKP (kriminal), tahap pasca kematian, tahap pra kematian, dan tahap rekonsiliasi.
Saat kejadian, tim forensik sedang bekerja di lokasi kejadian, seperti di perairan Kepulauan Seribu.
Setelah itu, dalam proses kematiannya, tim memeriksa bagian tubuh korban yang ditemukan dan mencoba menjawabnya dengan informasi yang ada.
Dr. Hastry menjelaskan, dalam kasus Sriwijaya Air SJ 182, tim forensik harus bekerja sangat hati-hati, karena kondisi fisik korban sangat rusak.
Pesawat jatuh dengan kecepatan tinggi sehingga menimbulkan hantaman menghantam air di atas pesawat dan jenazah penumpangnya hancur berkeping-keping.
“Meski satu tubuh bisa dibagi menjadi lebih dari 100 menit,” kata Dr. Ayo cepat. Potongan-potongan ini diproses secara cermat oleh tim forensik untuk memastikan setiap bagian tubuh korban teridentifikasi dengan benar.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi tim DVI adalah kondisi bagian tubuh yang cedera.
Dalam proses pengetahuan, Dr. Haste dan timnya harus mengumpulkan bagian tubuh yang berserakan, membersihkannya, dan informasi yang dikumpulkan sebelum tim Kematian.
Data ante-mortem merupakan informasi mengenai korban sebelum meninggal, yang meliputi ciri-ciri fisik seperti sidik jari, gigi, atau tato.
Setelah kedua tahap tersebut, tim menyelesaikan masa Rekonsiliasi, dimana hasil pemeriksaan Pasca Kematian dan Ante Kematian dicocokkan untuk memastikan identitas korban.
Dalam percakapannya dengan Denny Darko, Dr. Ia pun menceritakan pengalaman misteriusnya dengan kesibukan yang sering ia alami di ruang pemeriksaan.
Seperti kasus jatuhnya Sriwijaya Air, kata dia, banyak kasus yang belum bisa dijelaskan secara ilmiah.
Salah satu hal yang paling diingatnya adalah pada malam hari ia dan timnya berupaya mengidentifikasi para korban.
Tiba-tiba, pengguna alat tersebut seolah “hidup” dengan sendirinya, bergerak dan bergerak tanpa bersentuhan.
Dr. Percepat dengan suara hati-hati.
Dalam dunia kedokteran forensik, kejadian seperti ini seringkali dianggap sebagai “berita” oleh korbannya.
Dr. Haste yakin jenazah masih bisa “berbicara” melalui tanda-tanda yang ditemukan tim forensik.
“Seperti yang sering kukatakan, mayat bisa bicara.” “Dari bagian tubuh terkecil sekalipun kita bisa mengetahui bagaimana kejadiannya dan apa yang dialami korban sebelum meninggal,” jelasnya.
Pada kasus Sriwijaya Air SJ 182, salah satu teori awal yang beredar adalah pesawat tersebut meledak di udara sebelum jatuh ke laut.
Tapi dari Dr. Tergesa-gesa dan tim forensik, tidak ditemukan luka bakar di tubuh korban.
“Kalau ada ledakan pasti ada bekas atau bekas panas di tempat tubuh korban terbakar, tapi kami tidak menemukan bekasnya, ini menunjukkan pesawat jatuh karena hujan deras, bukan karena ledakan di dalam. . Udara,” katanya.
Meski tugasnya sebagai pemeriksa medis penuh tantangan dan seringkali melibatkan pengalaman mistis, Dr. Haste tetap menjunjung tinggi prinsip bahwa semua korban berhak untuk diidentifikasi dengan baik.
“Bagi saya, setiap bagian tubuh adalah bagian dari diri seseorang, harus dikembalikan kepada keluarga, ini bukan hanya tugas dokter, tapi juga tugas moral dan kemanusiaan,” ujarnya di akhir. pidatonya.
Kisah Dr. Sumy Hastry dan tim DVI dalam penanganan insiden Sriwijaya Air SJ 182 menunjukkan rumitnya pekerjaan mereka.
Selain berhadapan dengan teknologi kedokteran yang kompleks, terdapat fenomena yang tidak dapat dijelaskan secara logika.
Namun, dengan tekad dan keahlian, mereka tetap menjaga keadilan bagi para korban dan keluarga yang ditinggalkan. (satu)