Pekanbaru, disinfecting2u.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau memperpanjang penahanan dua tersangka kasus dugaan korupsi dana beasiswa Palang Merah Indonesia (PMI) Riau tahun anggaran 2019-2022. Kedua tersangka adalah Presiden Syahril Abu Bakar dan Bendahara Organisasi Rambun Pamenan.
Penahanannya diperpanjang 40 hari karena proses penyidikan masih berjalan dan belum selesai, kata Zikrullah, Kepala Bagian Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Kamis (1/). 9/2025).
Penahanan Rambun Pamenan diperpanjang sejak 28 Desember 2024 hingga 6 Februari 2025, dan Syahril Abu Bakar mulai 31 Desember 2024 hingga 9 Februari 2025. Keduanya kini ditahan di Rumah Tahanan Nasional (Rutan) Kelas I di Pekanbaru.
Kasus ini bermula dari penyalahgunaan dana hibah sebesar Rp 6,15 miliar yang diterima PMI Riau dari Pemprov Riau pada tahun 2019 hingga 2022. Dana yang seharusnya digunakan untuk berbagai program ERK seperti pembelian barang, pemeliharaan inventaris, perjalanan dinas, dan publikasi, diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi kedua tersangka.
Cara yang digunakan antara lain membuat lembar pembelian fiktif, menggelembungkan harga, dan menyiapkan aktivitas tidak nyata. Bahkan, dana yang seharusnya diterima oleh pihak yang berwenang, seperti pembayaran gaji pengurus dan pegawai ERK, justru berkurang.
Berdasarkan audit perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau, penyimpangan tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,112 miliar. Syahril Abu Bakar dan Rambun Pamenan ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Desember 2024.
Rambun langsung ditahan, sedangkan Syahril yang juga Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) tidak memenuhi panggilan penyidik. Dia baru ditahan pada 12 Desember 2024 setelah dilakukan pemeriksaan.
Kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (U) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001. Paragraf 55 Pasal . (1) CrC § 1 ayat Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. (semut/wna)