disinfecting2u.com – Development and Innovation Conference (IIA) 2024 Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa telah dimulai. Kegiatan diawali dengan konferensi bersama yang dilaksanakan pada Senin (7/10) di Pusat Penelitian Kampus ITS.
Mengusung Tema Penggerak: Pioneering in Sustainable Energy and Community Development, Konferensi IIA memberikan kesempatan kepada mahasiswa ITS dari seluruh departemen untuk menyerap ilmu dari para pakar, spesialis migas Pertamina dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Banyak peluang dan tantangan untuk mengamankan negara, khususnya eksplorasi laut dalam dan operasi lepas pantai, seperti dijelaskan VP Eksplorasi Pertamina Subholding Upstream Regional Java, Indra Yulandri.
“Kebutuhan energi kita saat ini belum bisa ditopang oleh energi terbarukan. Energi migas masih sangat dibutuhkan untuk menunjang energi di Indonesia, setidaknya 50 hingga 100 tahun depan,” jelas Indra kepada para mahasiswa.
Indra mengungkapkan, saat ini Subholding Hulu Regional Jawa sedang dalam proses mencari kantor baru di Natuna Timur, Kepulauan Riau. Setelah analisis penelitian geologi dan geofisika dimulai pada tahun 2023, aktivitas seismik lepas pantai dimulai pada bulan Oktober.
“Tujuannya untuk menunjukkan struktur geologi di bawah permukaan bumi. “Tujuannya pada tahun 2026 kita bisa melakukan pengeboran untuk membuktikan bahwa di kawasan tersebut terdapat cadangan hidrokarbon,” lanjut Indra.
Pertamina Subholding Hulu Regional Jawa berkomitmen memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Namun kelestarian lingkungan masih menjadi topik penting. Di lapangan ONWJ (Onshore North West Java) yang terletak di pesisir utara Laut Jawa yang dikelola oleh Pertamina Hulu Energi ONWJ (PHE ONWJ) rencananya akan menjadi salah satu CCS/CCUS (penangkap dan penyimpanan karbon/ penangkapan, penggunaan dan penyimpanan karbon).
CCS/CCUS adalah teknologi untuk mengurangi pemanasan global dengan mengurangi emisi CO2. Cara ini dilakukan dengan menangkap dan menyerap emisi karbon dioksida yang sebagian besar dihasilkan oleh industri. Penangkapan karbon kemudian dipadatkan dan disuntikkan ke dalam reservoir minyak dan gas.
Langkah CCS disebut-sebut merupakan langkah baru dalam transisi energi untuk mencapai tujuan dunia Net Zero Emission (NZE). Penggunaannya diyakini akan meningkatkan produksi minyak dan gas sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Kami akan terus memenuhi komitmen Pertamina untuk mewujudkan lingkungan yang lebih bersih dan baik,” kata Indra.
Perluasan program CCS akan membuka jalan bagi sumber daya manusia yang efisien dan menuntut. CCS harus menetapkan skema penangkapan karbon, wilayah dekat laut, dan pelayaran. Untuk itu, penting bagi mahasiswa untuk mengembangkan keterampilannya, bahkan dari bisnis besar sekalipun, agar dapat berkontribusi dalam pengelolaan migas berkelanjutan.
Pernyataan tersebut senada dengan yang disampaikan Muzwir Wiratama, General Manager PHE ONWJ. Dalam bidang pekerjaannya, PHE ONWJ akan membutuhkan klien dari berbagai industri.
PHE ONWJ siap mendukung pemerintah untuk mencapai NZE 2030 atau lebih awal. Konsep yang digunakan antara lain efisiensi energi, manajemen material, penggunaan api platform Zulu sebagai bahan bakar generator turbin, penggunaan biodiesel B35 untuk kapal lepas pantai, penanaman mangrove dan CCS.
Panel surya juga dipasang di 12 area outdoor. Panel surya yang terpasang sebanyak 864 buah tersebut memiliki kapasitas produksi energi terbarukan sebesar 1.435,91 Gigajoule/tahun atau 398.864,70 KWh/tahun atau setara dengan 1,09 MWp. Selain itu, beban emisi juga berkurang sebesar 301,98 ton CO2 eq/tahun.
“Kami juga berupaya membangun kapasitas masyarakat lokal dan lingkungan hidup dengan memulai proyek bernama “Jam Pasir” yang artinya Perlindungan Alam melalui Energi untuk Pengembangan Masyarakat di pesisir pantai,” kata Wira.
Lahan Dusun Pasir Putih yang terletak di pesisir utara Kabupaten Karawang sebelumnya tergerus arus laut dan terancam bahaya. Di kawasan itu, terciptalah inovasi APPOSTRAPS (singkatan dari alat penghenti, peredam gelombang, dan perangkap sedimen). Inovasi ini mengubah ban bekas menjadi pemecah gelombang, dengan modul unik berbentuk segitiga.
Program Hourglass diselesaikan dengan menggunakan 19.100 ban bekas, yang memberikan dampak positif dengan meningkatkan sedimentasi garis pantai sebesar 400 meter. Dan sejak diterapkan pada tahun 2022, tidak hanya mampu mengatasi risiko kehancuran, inovasi ini berhasil merenovasi dan menciptakan lahan baru seluas 3,62 hektar.
Program tersebut mendapat minat dari BRIN yang diwakili oleh Agusta Samodra Putra S.Si., M.Eng., Ph.D. Menurutnya, keberlanjutan tidak selalu berdampak pada lingkungan, tapi juga berdampak pada masyarakat (chm).