Yogyakarta, disinfecting2u.com – Yogyakarta dikenal sebagai surga budaya dan kuno yang banyak dicari para ahli kuliner. Salah satunya adalah aneka masakan di Pasar Ngasem yang diolah dengan menggunakan citarasa tradisional berbahan pangan lokal seperti tepung beras, ketan, kentang, santan, dan isian nangka.
Menurut penjual Fajar Suryati, gabah yang dimakan Jumilah di Pasar Ngasem ini pertama kali dijual di Desa Sranggahan, Ngampilan, Kota Yogyakarta, pada tahun 1970-an. Sebagai generasi kedua, ia berharap dapat melestarikan cita rasa tradisional yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
“Saat ini ada delapan jenis jenang tradisional yang bisa dinikmati pecinta kuliner. Yaitu jenang sumsum, jenang lobe-lobe, candil telo atau grendil, jenag pati telo, candil ketan bubuk, dan jenang krtan hitam,” jelasnya.
Dijelaskannya, berbagai jenis makanan di Pasar Ngasem ini buka pada pagi hari dan akan terus dijual hingga pukul sepuluh pagi WIB. Harganya sangat terjangkau yakni Rp 10 ribu per unit. Ngomong-ngomong, kalau dikemas, biayanya hanya akan ditambah seribu rupee.
Foto: Jenang Yu Jumilah di Pasar Ngasem Yogyakarta. (Nuryanto)
Uniknya, menurut Fajar, keseruan dan eksotisme jaman dulu kini banyak diminati kalangan anak muda, termasuk Gen Z dan Milenial. Pelanggannya tidak hanya berasal dari kota Yogyakarta saja, namun juga pengunjung dari luar kota atau wisatawan.
“Pelanggannya juga datang dari berbagai kota. Ya, bahkan banyak anak muda yang ingin mencobanya. Generasi Y dan Z juga banyak yang datang ke sini, mungkin penasaran,” ujarnya.
Menurut Fajar, salah satu favorit Pasar Ngasem adalah jenang sumsum yang terbuat dari tepung beras yang dicampur santan sehingga memberikan rasa yang lembut.
“Ngomong-ngomong, jenggang atau lobe-lobe yang sangat langka ini dibuat dengan cara yang sama seperti jenggang sumsum, namun dengan tambahan ubi dan irisan nangka,” jelasnya.
Bagi Gen Z atau Milenial, Jenang Ngasem Yu Jumilah memiliki cita rasa yang unik, manis dan nikmat. Mereka mengapresiasi masih ada masyarakat yang terus menjual berbagai jenis jenang tua.
Saya suka asin, tapi kadang yang lain juga saya kombinasikan dalam satu masakan,” jelas Vivi. Solo, wisatawan asal Jawa Tengah dan penggila kuliner Nunik meyakini cita rasa makanan di Pasar Ngasem masih autentik dan enak.
“Iya enak sekali. Sebagian makanan selalu aku habiskan. Kadang aku suka dengan tulang makanannya, enak dan mudah. Kadang aku beli karena ada deposit, kalau nah banyak yang mau coba rasa campur dengan cara ini. Menurut Nunik, Pasar Ngasem menjadi tempat berkumpulnya wisatawan dan warga Yogyakarta karena merupakan kawasan penghidupan tradisional yang berada di tengah kota, yakni di sisi barat Alun-Alun Kidul (Selatan) dan dekat Utara. Sisi Tamansari Menurut saya, Nunik mengatakan, “Banyak pengunjung dan wisatawan yang datang karena Pasar Ngasem sudah menjadi tempat terkenal yang menawarkan kuliner jadul yang masih hidup di tengah hiruk pikuk kota Yogyakarta.” (buzz/buzz)