disinfecting2u.com – Hal ini diungkapkan Habib Bahar bin Smith terkait film Gus Miftah sebelum dirilis karena mencemarkan nama baik penjual es teh dan penyanyi Yati Pesek.
Gus Miftah atau Miftah Maulana Habiburrahman kembali menjadi sorotan publik setelah video pidatonya viral di media sosial.
Dalam video tersebut, ia terlihat bercanda dengan penjual es teh keliling saat memberikan pidato di Magelang, Jawa Tengah.
Sayangnya, lelucon tersebut dianggap tidak pantas dan menimbulkan kontroversi.
Dalam video yang beredar luas, Gus Miftah berbincang dengan seorang penjual es teh yang berada di tengah aksi.
Saat ada jemaah yang menasihati Miftah untuk membeli seluruh barang milik penjual, ia menjawab dengan nada main-main yang dianggap tidak bijaksana.
“Es daun tehnya masih banyak, tapi dijual di sana,” kata Gus Miftah dari atas panggung hingga mengundang gelak tawa sebagian jemaah.
Dia berkata lagi, “Beli dulu, kalau tidak, tamatlah.”
Pernyataan tersebut mendapat reaksi keras dari media yang menganggapnya sebagai lelucon yang tidak menghargai perjuangan pedagang kecil untuk menghasilkan uang.
Bagaimana reaksi Habib Bahar bin Smith terhadap Gus Miftah?
Menariknya, jauh sebelum kejadian ini terjadi, Habib Bahar bin Smith menanggapi Gus Miftah dalam jumpa pers di channel YouTube Troopbinsmith.
Dalam sesi tersebut, ada warganet yang bertanya kepada Habib Bahar soal menteri yang kerap menggunakan blangkon.
Seorang netizen bertanya, “Bib, jawab Gus Miftah.”
Habib Bahar mencoba mengingat siapa yang dibicarakannya sebelum menjawab. “Oh, ini orangnya yang suka bikin blangkon,” ujarnya.
Dia melanjutkan: “Mereka yang menyukai artis-artis ini.” Pernyataan tersebut didasari oleh gaya dakwah Gus Miftah yang kerap fokus di kalangan selebriti, dunia hiburan, bahkan malam hari.
Namun Habib Bahar memberikan pandangan yang mendalam. Menurutnya, setiap khatib mempunyai cara dan cara tersendiri dalam mendakwahkan ajaran Islam.
Habib Bahar berkata, “Setiap orang berdakwah, berjalan sendiri-sendiri, mungkin dia berdakwah lewat seniman, mungkin begitulah cara dakwahnya.”
Habib Bahar juga menegaskan, jika khotbahnya membawa manfaat dan kebaikan, patut diapresiasi.
Ia menantang jamaah untuk mengambil hikmah dari hal-hal baik yang dibawa oleh seorang pengkhotbah, sekaligus membersihkan hal-hal yang menurut mereka tidak baik.
“Banyak cara untuk mengajak masyarakat berbuat baik. Kalau membawa kesuksesan, ambillah yang baik. Kalau jelek jangan disentuh,” imbuhnya.
Sebagai sebuah film, Habib Bahar mengingatkan kita bahwa setiap orang mempunyai kekurangan, termasuk dirinya sendiri. Ia menekankan pentingnya pemurnian pendidikan itu sendiri.
Habib Bahar menegaskan, “Sama seperti saya, kalau punya yang baik, ambillah, jangan ambil yang buruk.”
Namun argumen ini sekali lagi menekankan pentingnya menjaga pidato seseorang, terutama bagi seorang khatib yang menjadi teladan bagi banyak orang.
Meski cara berdakwah Gus Miftah unik, namun kritiknya menunjukkan bahwa rasa hormat dan kasih sayang harus tercermin dalam cara masyarakat berkomunikasi.
Setiap pendeta mempunyai jalan yang berbeda-beda, namun hakikat dakwahnya sama: menyebarkan kebaikan dan membawa keberkahan bagi umat.
Acara ini diharapkan dapat menjadi pengingat bahwa perkataan, sekecil apapun, memiliki dampak yang sangat besar, terutama di era media sosial. (udn)