Badung, disinfecting2u.com – Rudenim Denpasar kembali ke Bali mendeportasi WNA bernama AGA (34) dari Brazil yang terlibat kasus pelanggaran izin tinggal dan kegiatan ilegal AGA 2024 melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan visa kunjungan 30 yang valid. hari, mengaku datang ke Bali untuk berlibur. Namun pada 13 November 2024, AGA ditangkap di sebuah vila di Seminyak, Kuta, berdasarkan pengawasan keimigrasian yang dilakukan Badan Intelijen dan Imigrasi Departemen Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai. kegiatan.
Penangkapan tersebut berasal dari patroli digital yang dilakukan petugas dan dipastikan aktivitas yang diduga melalui komunikasi digital tersebut terkait dengan aktivitas ilegal. Selama penyitaan, petugas menyita paspor pria tersebut, alat kontrasepsi dan uang dalam dolar Australia dan euro.
Dalam pemeriksaan, AGA mengaku kegiatan tersebut dilakukannya untuk memenuhi biaya hidupnya di Bali. Ia menerima uang sebesar 7.800.000 (Rp7 juta delapan ratus ribu) untuk satu kali pertemuan dengan klien. AGA menyatakan, kontak terkait pertemuan tersebut dilakukan melalui aplikasi WhatsApp dengan pria yang mengaku berasal dari Singapura, meski mengaku tidak mengenal langsung orang tersebut.
Sebelum datang ke Indonesia, AGA bekerja sebagai pengacara di Brazil, sebuah profesi yang ia ikuti untuk menghidupi dirinya sendiri di negara asalnya.
Diberitakan AGA Pasal 75 ayat 1 UU No. keselamatan dalam bahaya.” dan ketertiban umum atau tidak.” menghormati dan mengabaikan hukum dan peraturan.”
Namun karena pendeportasian tidak dapat segera dilakukan, maka AGA dipindahkan ke Rudenim Denpasar pada 19 November 2024 untuk proses deportasi lebih lanjut.
“Melanggar izin tinggal dan melakukan aktivitas ilegal seperti prostitusi tidak dapat diterima,” kata Dudy.
Kepala Kanwil Kemenkum HAM Bali Pramella Yunidar Pasaribu menegaskan, aksi tersebut merupakan bagian dari upaya rutin yang dilakukan para pendatang untuk melindungi masyarakat dan menjaga ketertiban umum. “Kami tidak segan-segan mengambil tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran undang-undang keimigrasian,” kata Pramella.
“Sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, larangan tersebut dapat berlaku paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama jika diperlukan. Selain itu, untuk kasus yang lebih serius, dapat dikenakan larangan seumur hidup. diterapkan kepada orang asing Dudy menyatakan bahwa warga negara tersebut dianggap mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun, keputusan akhir mengenai larangan tersebut akan diambil oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah melakukan penilaian. dari semua aspek dari setiap hal.” (sejauh/jauh)