INDEF: Ekosistem Hilirisasi Tembaga Indonesia Tunjukkan Perkembangan Positif, Ada Dampak Strategis yang Signifikan untuk RI

Jakarta, disinfecting2u.com – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) baru-baru ini melakukan kajian mengenai perkembangan positif pembentukan ekosistem hilir tembaga di Indonesia.

Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti saat memaparkan hasil kajian di Jakarta mengatakan hilirisasi tembaga di Indonesia mempunyai dampak strategis yang signifikan.

“Indonesia mempunyai posisi strategis dalam peta tembaga global dengan kepemilikan sekitar 3% cadangan tembaga dunia. Posisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat 10. Esther dalam keterangan yang diterima, Kamis (19/12/2024).

Menurut kajian INDEF, momentum tersebut diperkuat oleh tren global menuju transisi hijau yang membuka peluang besar bagi Indonesia.

Konsumsi tembaga global diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2035 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 14% sejak tahun 2016, terutama didorong oleh perkembangan industri kendaraan listrik dan teknologi ramah lingkungan.

“Hilirisasi tembaga mempunyai nilai strategis yang signifikan. Peningkatan nilai tambah dari hulu ke hilir sangat besar, mulai dari pengolahan bijih tembaga dan konsentratnya meningkat 2 kali lipat, hingga produk akhir berupa kabel listrik sebesar 71 kali lipat. Selain itu bisa mencapai nilai,” jelas Esther..

Dari sisi ekonomi, pengembangan industri hilir tembaga berpotensi memberikan dampak yang besar, mulai dari nilai ekspor sebesar 282 juta USD, penciptaan lapangan kerja (253.583 lapangan kerja) dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 34,9 juta USD.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Vinarno menegaskan, hilirisasi tembaga harus memberikan manfaat bagi negara. Menurut dia, hal tersebut merupakan amanat undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batubara.

“Kami ingin proses nilai tambah yang panjang ini bisa memberikan dampak yang sebesar-besarnya bagi negara, meningkatkan pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja, dan membangun kemandirian (energi),” ujarnya.

Selain itu, INDEF mencatat pembentukan ekosistem merupakan aspek penting dalam pengembangan industri hilir tembaga.

“Tanpa ekosistem yang terintegrasi, sulit mendorong hilirisasi karena memerlukan keterhubungan yang kuat antar sektor,” kata Ester.

Kajian INDEF menunjukkan ekosistem hilir tembaga di Indonesia mulai terbentuk, terutama pasca pemberlakuan undang-undang pertambangan.

Hal ini terlihat dari terbentuknya rantai nilai dengan beberapa pelaku utama, mulai dari produsen hulu hingga pelaku hilir, termasuk industri kabel listrik.

“Peran negara melalui kebijakan yang tepat terbukti sangat penting dalam membentuk ekosistem hilir. Hal ini menunjukkan pentingnya pembangunan yang dipimpin negara dan transformasi industri. Kebijakan pemerintah telah berevolusi dari landasan hukum menjadi landasan terpadu untuk memperkuat ekosistem industri. , dengan fokus pada keberlanjutan dan inovasi teknologi,” jelas Ester.

Seperti diketahui, salah satu langkah strategis pemerintah yang dilakukan PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah membangun smelter baru di Gresik, Jawa Timur.

Smelter yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 23 September 2024 ini merupakan pabrik pemurnian tembaga single-line design terbesar di dunia yang mampu mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun dan sekitar 600.000 ton katoda tembaga.

Investasi senilai Rp 58 triliun dalam pembangunan smelter ini tidak hanya meningkatkan kapasitas pengolahan tembaga nasional, namun juga membuka peluang tumbuhnya industrialisasi di Indonesia, khususnya di kawasan Yunani, Jawa Timur.

Pengoperasian smelter tersebut diperkirakan mampu menampung sekitar 2.000 pekerja yang terdiri dari 1.200 pekerja kontraktor dan 800 pekerja PTFI. (RPI)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top