disinfecting2u.com – Beberapa hari lalu nama Gus Miftah menjadi populer setelah video dirinya mengolok-olok seorang penjual teh yang sedang memberi pelajaran di Magelong menjadi viral.
Kontroversi tersebut memicu perdebatan di kalangan netizen, yang mengungkap lebih banyak detail tentang pengkhotbah yang dikenal dengan ekspresi tidak biasa tersebut.
Dalam video yang viral, Mifta Maulana terlihat melontarkan lelucon tak pantas di salah satu penjual es teh.
Peristiwa tersebut menimbulkan banyak kehebohan, terutama di media sosial.
Netizen pun ramai mengkritik tokoh agama yang seharusnya memberi contoh dengan menjaga perkataannya, apalagi saat berbicara di depan jamaah.
Tak sampai disitu saja, netizen pun menyoroti beberapa aspek kehidupan Mifta, salah satunya terkait prestasi akademisnya, Rumail Abbas membeberkan informasi kehormatan yang didapatnya saat memberikan pidato.
Melalui akun X miliknya, Rumail Abbas Mifta Maulana mengaku menerima sejumlah uang sebesar 75.000 dolar karena memberikan pidato yang berdurasi 1,5 jam.
Menurut dia, nilai nominal tersebut belum termasuk akomodasi rombongan, hotel, transportasi, dan kebutuhan pokok lainnya.
“Gus Sunglasses” harganya 75 juta / 1,5 jam,” tulis Rumail Abbas dalam cuitannya.
Ia juga mengatakan, informasi tersebut didapat langsung dari pengalamannya saat salah satu temannya di Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) mencoba mengundang Mifta Maulana.
“Saya menjadi saksi mata ketika ada teman PCNU X Kabupaten yang ingin mengundang saya,” imbuhnya di bagian tanggapan.
Perbincangan mengenai kualitas ceramah Mifta Maulana berujung pada perbandingan online antara dirinya dengan ulama lain, salah satunya Gus Baha.
Rumail Abbas menuturkan, Gus Baha, ulama kondang asal Kragan, Rembang, punya pendekatan berbeda.
Dalam cuitannya, Gus menyebut amplop yang diberikan kepada Baha hanya berisi nominal Rp 2 juta.
Bahkan, Gus Baha diketahui tak pernah mematok tarif pembicaraan dan hanya meminta panitia memahami kebutuhan pokok acara.
“Gus Baha tidak pasang harga, dia sudah punya kitab, penjelasannya dalam bentuk ayat, dia tidak mau menyalin, dan Alqurannya tahqiq,” jelas Rumail Abbas.
Unggahan tersebut pun mendapat reaksi beragam dari netizen.
Banyak orang membandingkan kedua angka ini dari segi gaya mengajar dan tujuan perkuliahannya.
“Menurut Gus Baha, Pondok Pesantren Al Hamidiya Dipok (tetangga saya), harganya tidak disesuaikan. Hanya panitia yang mengerti. Sekali lagi Ustaz Adi Hidayat, ini pengalaman saya. Saya tidak suka menyesuaikan harga. Saya tahu Ustaz Abdul Shomad adalah guru sejati,” tulis salah satu pengguna X.
Salah satu warganet mengatakan, “Setiap ada berita seperti ini, kita semua tahu dan jangan salah pilih guru online. Gus Baha sudah ada di level lain.”
“Beda sekali antara orang yang berceramah dengan tujuan dakwah dengan orang yang berbisnis hanya demi uang. “Bisa dilihat dari karakternya,” imbuh yang lain.
Masyarakat kini kritis dalam menilai umat beragama.
Netizen tidak hanya memperhatikan isi pembicaraan, tetapi juga tindakan, gaya hidup, dan pengaruh yang ditinggalkan umat Islam di masyarakat.
Terlepas dari apa yang dikatakan Mifta Maulana, kejadian ini menjadi pengingat penting bahwa sebagai publik figur harus berhati-hati dalam berkata-kata dan menjaga image.
Hal ini sangat penting di era digital di mana setiap kata dan tindakan terekspos.
Di sisi lain, perbandingan dengan Gus Bahah menegaskan bahwa kesederhanaan dan kejujuran dalam mengajar merupakan sifat utama yang diapresiasi masyarakat. (tambahan)