Hilang Tiga Pekan dan Mangkir dari Panggilan Penyidik, Eks Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap saat Kumpul Keluarga

JAKARTA, tvOnenews – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut eks Dirjen Kementerian Perhubungan, Prasetio Bodijajono (PB), sudah dicari sekitar tiga pekan sebelum ditangkap pada Minggu, 3 November 2024. .

Hal itu diungkapkan Abdul Khokhar selaku Direktur Penyidikan Unit Kriminal Khusus (Jumpdisus).

“Kami telah mengikuti orang yang bersangkutan dengan pesan Anda,” kata Abdul Kokhar di Kejaksaan Agung Jakarta, dilansir ANTARA. “Kami sudah mencarinya selama tiga minggu.”

 Penggeledahan dilakukan setelah tersangka Procetio Boditjahjo berkali-kali tidak memanggil penyidik.

Abdul Khokhar mengatakan Tim Intelijen Kejaksaan Agung RI bersama penyidik ​​Jampidos menangkap Prasetho di sebuah hotel di wilayah Sumedang WIB pada sore hari, 3 November 2024.

“Ansiresh bersama keluarganya. “Setelah itu, tim intelijen bersama penyidik ​​langsung menuju lokasi terkait dan langsung melakukan penangkapan,” ujarnya.

Dia juga menegaskan, penangkapan yang dilakukan Kejagung hanya untuk kepentingan penegakan hukum.

Jadi, penangkapannya tidak mendadak, ujarnya. “Kami ingin menegakkan hukum, menegakkan keadilan.” “Siapa pun yang terlibat, siapa pun yang melakukan tindak pidana korupsi, kalau cukup bukti pasti kami temukan.” dikatakan.

Sementara itu, Prasetio yang menjabat Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan pada 2016 hingga 2017 diduga terlibat kasus korupsi proyek pembangunan Kereta Api (KA) Bestang-Langsa hari itu. Balai Besar Pembangunan Kereta Api Medan Tahun 2017-2023.

Prasetio diduga mendalangi proses pembangunan KA Bestang-Langsa yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dan Aceh dengan anggaran Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar 1,3 miliar.

Dalam pengerjaan proyek tersebut, terdakwa Jaksa Noor Sethiwan Siddique (NSS) memerintahkan Otoritas Peruntukan Anggaran (KPA) membagi pekerjaan konstruksi menjadi 11 bidang dan meminta NSS menggandeng delapan perusahaan melalui tender atau lelang.

Selanjutnya, atas permintaan CPA, Ketua Satgas Pengadaan Barang dan Jasa, terdakwa Rieki Meidi Yuwana (RMY), melakukan lelang konstruksi tanpa menyediakan tenaga teknis dan menyetujui dokumen teknis pengadaan. Metode penilaian kelayakan pengadaan bertentangan dengan peraturan pengadaan barang dan jasa.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan KA Bestang-Langsa tidak dilakukan studi kelayakan, belum ada dokumen alinyemen KA yang disiapkan Kementerian Perhubungan, CPA PPC dan konsultan sengaja memindahkan jalur pembangunan KA yang “konsisten dengan desain dan dokumen jalan “Tidak sampai, sehingga jalur kereta api bisa mengalami tenggelam atau bawah tanah.” kata Kohar.

Dikatakannya, sejak pelaksanaan proyek tersebut, Jaksa telah menerima uang sebesar $1,2 miliar dari PPK dan $1,4 miliar dari PT WTJ dari terdakwa Ahmed Afif Setiawan (AAS).

Terkait arus kas Rp 2,6 miliar, Kokhar mengatakan, pemeriksaan masih dalam tahap mendalam.

“Itu hanya terjebak di masa lalu dan kita akan membahasnya. Tunggu sebentar, ya.” Tentunya kita bertanya kepada yang bersangkutan kapan dan dimana mendapatkannya, dari siapa, untuk uang berapa, berapa dan untuk kita. Ia menanyakan dengan tepat untuk apa benda itu digunakan. (Moyer/AES)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top