Heboh Koruptor Bisa Gunakan Denda Damai untuk Hentikan Kasus, Kejagung Angkat Bicara

Jakarta, disinfecting2u.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat bicara soal isu yang sedang menjadi perbincangan masyarakat, yakni pengampunan terhadap koruptor dengan pemberian denda secara damai.

Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) di bawah Kejaksaan Agung menegaskan, Kejaksaan Agung bisa memberikan pengampunan kepada koruptor dengan memberikan denda damai.

“Memang benar Pasal 35 Ayat 1 huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI menyebutkan bahwa penuntut umum mempunyai tugas dan wewenang memutus tindak pidana yang merugikan perekonomian negara. dapat menggunakan denda perdamaian dalam kejahatan ekonomi berdasarkan aturan perundang-undangan,” kata Harley, Selasa (24/12/2024).

Namun Harley menegaskan, hukuman damai ini tidak bisa diterapkan pada kasus terkait tindak pidana korupsi.

Harley menjelaskan, solusi damai yang disampaikan dalam pasal tersebut adalah undang-undang sektoral yang merugikan perekonomian negara.

“Yang termasuk dalam tindak pidana ekonomi, misalnya tindak pidana kepabeanan, tindak pidana kepabeanan, dan sebagainya.” Harley menjelaskan.

Sementara itu, Harley menjelaskan, penyelesaian tindak pidana korupsi didasarkan pada Pasal 2, 3, dan seterusnya UU Tipikor. mengacu pada item.

“Dari segi teknis hukum, kecuali ada definisi yang memasukkan korupsi sebagai kejahatan keuangan, maka hukum yang berlaku terhadap denda perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 35(1)(K) tidak memasukkan korupsi,” jelas Harley.

Harley, sementara itu, menegaskan hukuman damai adalah mengakhiri suatu perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui Jaksa Agung untuk perkara kejahatan ekonomi.

Pengertian kejahatan ekonomi sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955.

Diketahui Pasal 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia (UUDR). 7 tahun 1955 menyatakan: 

Undang-undang Darurat Nomor 6 Tahun 1950 yang menetapkan gubernur militer di ibu kota dicabut pada 1 November 1950.

UUDR Nomor 7 Tahun 1955 merupakan landasan hukum hukum pidana ekonomi. Undang-undang ini mengatur tentang penyidikan, penuntutan, dan peradilan kejahatan ekonomi. (rpi/mentah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top