Jakarta, disinfecting2u.com – Dosen UNJ Ubedilla Badrun mengaku tak peduli dengan protes yang meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyetujui pemecatannya.
“Ada desakan berulang kali agar mereka memecat saya. Desakan ini konsisten dengan intensitas kritik saya terhadap pemerintah. Faktanya, saya tidak melakukan apa pun selain tanggung jawab intelektual dan moral. Karena demokrasi telah memburuk dan korupsi merajalela, saya dipecat. Tentunya dalam perkuliahan sosiologi politik sebagai akademisi yang mengajarkan demokrasi dan sosiologi korupsi saya tidak bisa tinggal diam, saya pasti akan menulis artikel di media sosial karena republik ini benar-benar republik. (rechstaat) dan bukan machstaat (kekuasaan negara),” ujarnya, Senin (14/10/2024) saat dikonfirmasi.
Hal itu mengemuka pada awal tahun 2022 ketika pria yang akrab disapa Ubed itu mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melaporkan dugaan keluarga Istana melakukan KKN dan TPPU (tindak pidana pencucian uang). Protes mulai menuntut pemecatannya. Tampak keras saat ini.
“Masyarakat yang menuntut pemecatan saya jumlahnya sangat sedikit, terkesan tidak murni, tidak jelas, dan tidak berdasar. Tujuan demonstrasi adalah meminta saya dicopot dari jabatan dosen tanpa dasar yang jelas,” ujarnya. .
Seingatnya, beberapa bulan lalu, para pengunjuk rasa melakukan protes ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan tujuan yang sama.
“Karena Rektor atau Mendikbud tidak punya dalil hukum yang kuat untuk mencopot saya, maka saya tetap bekerja sebagai dosen. Kini mereka protes lagi karena saya berbicara di forum Federasi Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (KMPI). Biwitri Susanti (ahli hukum tata negara), Bhima Yudhisthira Adhinegara (Ekonom Milenium) dan Profesor Hafid Abbas (Guru Besar Pendidikan dan Hak Asasi Manusia),” imbuhnya.
Menurut Ubed, para pengunjuk rasa mungkin belum memahami apa yang disebut kebebasan akademik dan otonomi keilmuan yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Bahkan dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945.
Seandainya masyarakat dan negara mengetahui apa yang dibicarakan pada KMPI Sidang I, maka masyarakat dan negara bersyukur masih ada generasi muda cerdas yang memecahkan permasalahan paling pelik di negeri ini saat ini.
Terkait kiprahnya sebagai dosen ASN, perlu dijelaskan pula bahwa sebagai dosen ASN, alhamdulillah beliau sungguh-sungguh menunaikan segala tanggung jawabnya sebagai dosen, yaitu membawa pendidikan Tridharma ke perguruan tinggi. (Pengajaran), Penelitian (Research) dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Bahkan kadang saya bisa mengecek mana pekerjaan saya yang dianggap baik dan bagian mana dari pekerjaan saya yang saya kerjakan dengan baik. Fakta ini bisa langsung dicek atau diverifikasi oleh UNJ atau mahasiswa saya., ” katanya. . .
Mengenai KMPI, Ubed mengakui, Humas UNJ menjelaskan bahwa itu adalah kegiatan kemahasiswaan mahasiswa UNJ yang aktif di organisasi kemahasiswaan UNJ, sehingga mereka memanfaatkan organisasi kemahasiswaan UNJ tersebut, suka atau tidak suka. Sundulannya, sundulan ini tidak menguntungkan. “Jadi tidak ada masalah, apalagi mahasiswanya juga menggunakan University Training Center (UTC) yang dikelola secara profesional oleh pihak swasta Hotel Naraya,” ujarnya.
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Terkait Keadilan (AMPK) berdemonstrasi di depan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/10).
Dosen Ubedilla Badrun membentuk Kongres Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (KMPI) untuk merencanakan tindakan melawan pemerintah. Ubedillah Badrun bersikap terbuka dan jelas di luar tugas dan wewenangnya sebagai dosen ASN.
AMPK meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberikan sanksi pemecatan terhadap dosen (Ubedillah Badrun., M.Si) yang mengambil keuntungan dari nama kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dalam penerapan mahasiswa dan pemuda Indonesia. Kongres (KMPI).
AMPK menyayangkan sikap Ubadilla Badran yang memfasilitasi mahasiswa menggelar konvensi besar dan mendorong mereka melakukan protes terhadap pemerintah. Perbuatan Ubedilla tidak mencerminkan statusnya sebagai dosen, pendidik sekaligus pegawai negeri.
Penyalahgunaan kewenangan tersebut merupakan pelanggaran etik sebagaimana diatur dalam Pasal 33 PP 94 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa ASN wajib melaksanakan kebijakan yang diputuskan oleh pejabat publik yang berwenang. Selain itu, Pasal 5 PP 94 menyebutkan ASN dilarang menyalahgunakan kewenangannya, termasuk menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain. (surut)