JAKARTA, disinfecting2u.com – Menteri Koperasi Budi Aryeh Setiadi menegaskan, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) tidak lagi mengkhawatirkan daya serap produk susu dalam negeri.
Diakui Budi Aliyeh, program pangan tidak bergizi (MBG) yang dimulai Januari 2025 membutuhkan susu dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan 15 juta penerima manfaat. Dibuat dengan program MBG ini. Faktanya, saat ini pasokan susu sedang kekurangan, sehingga kami akan memastikan produksi susu dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan MBG, kata Budi Aliyeh dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (15 November 2024).
Pemerintah berjanji akan menyerap produksi susu dalam negeri, khususnya produksi susu dari koperasi. Meski demikian, Budi Aliyeh menegaskan, peternak sapi perah dan pemilik koperasi susu perlu memastikan kualitas susu yang dihasilkan dan harga yang kompetitif.
Berdasarkan data GKSI, rata-rata produksi susu mentah harian sebanyak 1,23 juta liter. Sedangkan kebutuhan untuk memenuhi program MBG kurang lebih 3 juta liter per hari.
Budi Aliyeh mengatakan upaya peningkatan produksi susu saat ini menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah penurunan tajam jumlah sapi perah. Sebelum wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), jumlah sapi kerbau sebanyak 239.196 ekor, namun kini jumlahnya berkurang menjadi 214.878 ekor.
Terkait permasalahan tersebut, Budi Aliyeh mengatakan Kementerian Koperasi akan bekerja sama dengan berbagai kementerian koperasi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi para peternak di Indonesia. Ia berencana untuk mengangkat masalah ini secara langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dan menetapkan kebijakan yang kuat untuk segera mengatasi kekurangan produksi susu di negara tersebut.
Sementara itu, Sekretaris GKSI Unan Sudharma mengatakan permasalahan umum yang dihadapi peternak sapi perah adalah tantangan dalam menjaga kualitas susu. Pasalnya, susu selalu disimpan pada suhu rendah 4 derajat Celcius sehingga memerlukan peralatan pendingin khusus.
Ia mengatakan permasalahan lain yang dihadapi peternak sapi perah adalah generasi muda kurang berminat melanjutkan usaha peternakan karena ingin bekerja di sektor formal. Keadaan ini berdampak langsung pada berkurangnya jumlah sapi perah dan berkurangnya produksi susu. ”