Jakarta, disinfecting2u.com – Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menilai pengakuan mantan hakim Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh terkait devisa atau devisa tidak beralasan.
Ketua Hakim Fahzal Hendri mengatakan alasan Gazalba Saleh menemukan batu mulia di Australia dan menjualnya untuk mendapatkan mata uang asing (valas) adalah mustahil.
Menimbang bahwa keterangan tergugat berkaitan dengan asal usul mata uang asing, maka Majelis Hakim menilai keterangan terdakwa tidak wajar dan tidak dapat diterima akal sehat, kata Ketua Mahkamah Agung Fahzal dalam sidang pembacaan putusan di Jakarta. Pengadilan. Pengadilan Pidana (Tipikor), Selasa (15/10/2024).
Menurut juri, selama persidangan Gazalba tidak dapat menunjukkan dokumen apapun untuk mengambil emas pada imigrasi Australia-Indonesia atau imigrasi ke Singapura.
Gazalba juga menemukan bahwa mereka tidak bisa memberikan bukti sertifikat dan cara mendapatkan bukti nyata dari batu yang ditemukan serta membuktikan bahwa itu adalah batu mulia yang nilai ekonomisnya dapat diperjualbelikan.
Memang, lanjut Ketua MA, Gazalba tidak mampu menunjukkan dokumen terkait penjualan batu mulia di Singapura, serta bukti pengangkutan mata uang asing ke luar negeri atau ke Singapura dan imigrasi ke Indonesia terkait 75 ribu dolar Singapura lahir dari penjualan batu mulia. Batu berharga Singapura.
Majelis hakim juga menilai tudingan Gazalba yang menyebut hasil penjualan perhiasan itu dipinjamkan ke temannya bernama Irfan, tidak berdasar.
Sebenarnya, menurut keterangan Gazalba, Irfan juga akan meninggal pada tahun 2022, kata dia sebelumnya. Gazalba mengaku, uang asing yang dia peroleh termasuk hasil penjualan batu mulia senilai 75 ribu di Singapura. dolar ditemukan di situs. Taman di Sydney, Australia.
Saat itu, pada tahun 1993, ia masih bekerja di sebuah perusahaan pertanian di Negeri Kanguru, sebelum menjadi hakim agung Indonesia.
“Batu mulia itu berlian merah muda, saya simpan lama ketika saya datang ke Jakarta, dan baru saya jual pada tahun 2010, saat saya di Singapura,” kata Gazalba saat terdakwa diperiksa di pengadilan tipikor di Jakarta. Jakarta. (26/8). ).
Usai penjualan, uang batu tersebut dipinjamkan kepada salah satu temannya, Irfan, seorang pengusaha yang bekerja di sektor pertambangan dengan 20% hingga 35% sejak 2010. Gazalba divonis 10 tahun penjara dan denda. 500 juta rupee dan 4 bulan penjara setelah dinyatakan bersalah menerima permintaan maaf dalam perkara Mahkamah Agung (MA) dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Oleh karena itu, Gazalba dinyatakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 terkait untuk pencegahan. dan penghapusan tindak pidana pencucian uang juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Berdasarkan Pasal 65 ayat (1) KUHP, Gazalba didakwa menerima sumbangan dan melakukan TPPU senilai Rp 62,89 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp 13,59 miliar). Kepuasan sebesar US$181.100 (Rp2 miliar) dan Rp9,43 miliar pada 2020-2022 yang diberikan kepada Gazalba terkait pengurusan perkara gugatan terhadap pemilik Badan Usaha (UD) Logam Jaya Jawahirul. Fu’ad yang memiliki permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada tahun 2017. Suap tersebut disangkakan oleh Gazalba bersama pengacara Ahmad Riyadh yang merupakan penghubung antara Jawahirul Fu’ad dan Gazalba pada tahun 2022 setelah ia mengeluarkan putusan pada tahun 2022. kasusnya. mendapat Rp 200 juta dan Riyadh mendapat Rp 450 juta, sehingga total kebahagiaan yang diterima keduanya tercatat sebesar Rp 650 juta. Selain itu, uang kepuasan beserta penghasilan lain yang diterima Gazalba, dijadikan dana pengelolaan TPPU, antara lain bersama kakak laki-lakinya, Edy Ilham Shooleh, dan temannya, Fify Mulyani, TPPU dibuat dengan cara belanja. uang tips dan kwitansi lainnya untuk pembelian mobil, tanah atau bangunan, pelunasan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan devisa sebesar S$139.000 dan S$171.000 dollar AS senilai Rp 3,96 miliar rupee (ant/lgn).