Jakarta, disinfecting2u.com – Pdt. Resang Ingguru Eliasu, akademisi Sekolah Tinggi Kristen Marturia Yogyakarta (STAK), menegaskan peningkatan komunikasi antar umat beragama merupakan solusi efektif untuk memerangi intoleransi.
Menurutnya, semakin banyak masyarakat berkomunikasi maka akan semakin kuat rasa percaya antar masyarakat, sehingga prasangka dan stereotip yang disebabkan oleh ketidaktahuan dapat dikurangi.
“Dari orang asing bisa menjadi tetangga, kemudian menjadi sahabat, bahkan saudara. Hal ini menunjukkan bahwa dialog yang terbuka dan inklusif sangat penting untuk membangun kerukunan antar agama,” ujarnya, Selasa, dalam keterangannya di Jakarta.
Senior Rasang juga menekankan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam penyelesaian konflik antaragama. Ia mengenang, sejarah panjang bangsa Indonesia telah menunjukkan bagaimana masyarakat hidup berdampingan dalam keberagaman dan merayakan hari raya keagamaan bersama-sama sebagai bagian dari jati diri bangsa.
“Namun seringkali kita memisahkan diri untuk merayakan hari keagamaan hanya bersama sesama umat. Tantangan besar ini perlu diatasi untuk menjaga tradisi toleransi yang tertanam dalam budaya kita,” ujarnya.
Ia mengajak masyarakat meninjau kembali kearifan lokal yang merupakan perwujudan warisan budaya toleransi, agar tercipta kerukunan tanpa menghilangkan kekhasannya. Ditambahkannya, “Bhinika Tanggal Aka hendaknya menjadi cahaya penuntun, bukan untuk menyamakan kita, namun untuk merayakan perbedaan dengan saling menghargai”.
– Moderasi Beragama: Jawaban Terhadap Intoleransi
Menurut Pak Rusing, moderasi beragama merupakan pendekatan yang perlu diperkuat untuk mengurangi risiko radikalisasi.
Hal ini melibatkan dialog aktif antar kelompok agama dan keterlibatan berbagai pihak untuk meningkatkan nilai toleransi guna membangun masyarakat yang harmonis.
“Intoleransi tidak pernah menjadi solusi. Sebaliknya, persatuan dalam keberagaman adalah kunci masa depan bangsa yang cerah,” jelasnya.
– Pesan Natal: Momen harmoni
Ini Hari Natal, Senior. Rasang mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan momen kelahiran Raja Damai ini sebagai inspirasi membangun perdamaian di tengah keberagaman.
Ia menekankan pentingnya memberikan perhatian yang sama pada Natal seperti hari raya keagamaan lainnya untuk mengurangi intoleransi di masyarakat.
“Perdamaian bukan sekedar tidak adanya konflik, namun menyangkut keadilan dan kesejahteraan bagi semua makhluk.” “Harus memperjuangkan keadilan bagi semua pihak untuk menciptakan rekonsiliasi yang nyata,” tutupnya. (Aduh)