Agum Gumelar: Ketahanan Energi Merupakan Bagian dari Ketahanan Nasional

Jakarta, disinfecting2u.com – Keamanan energi merupakan elemen kunci dalam menjaga stabilitas dan kedaulatan suatu negara. Melemahnya ketahanan energi mengancam keamanan nasional.

Negara ini rentan terhadap gangguan pasokan energi yang dapat menyebabkan ketidakstabilan di berbagai bidang, termasuk sosial, ekonomi, dan politik. 

“Ketahanan energi merupakan bagian dari ketahanan nasional. Kami berharap forum ini menghasilkan rekomendasi-rekomendasi konkrit untuk disampaikan kepada pemerintah agar kita dapat menjaga ketahanan energi secara berkelanjutan,” kata Remhanas, Ketua Ikatan Alumni Jenderal TNI (Purun) Agum . kata Gumeral dalam keterangannya, Sabtu (19 Oktober 2024).

Kurtubi (Pengawas Energi Nasional) juga hadir sebagai narasumber FGD. Profesor Juajir Sumardi (Guru Besar Fakultas Hukum Unias) dan Dr. Muh. Hanafi (ISC Remhanas).

Acara gabungan antara Pusat Strategis IKAL (ISC Remhanas) dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) ini digelar dengan mengusung tema “Urgensi Perubahan UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 Demi Ketahanan Nasional”. ​Forum ini mengedukasi masyarakat dan menyerukan kepada pemerintah untuk segera melakukan perubahan terhadap UU Migas No. 22 Tahun 2001 karena beberapa alasan. Pertama, Mahkamah Konstitusi menyatakan UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 memiliki 29 pasal yang tidak mengikat secara hukum. menggunakan kekuatan militer, melanggar UUD 1945 (Keputusan MK No. 002/PUU-I/2003; 36/PUU-X/2012). 

Kedua, volume pemompaan minyak mentah negara selama bertahun-tahun belum memenuhi target APBN dan terus menurun. 

Ketiga, pengelolaan migas negara cenderung liberal, hanya mengutamakan kepentingan investasi dan produksi, sehingga meminggirkan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan keamanan nasional. 

Dalam kesempatan tersebut, Kurtubi (Pengawas Energi Nasional) menyoroti implementasi UU Migas No.2. 22 Tahun 2001 berdampak pada penurunan eksplorasi migas.

“Peraturan ini perlu segera diubah, atau dicabut.” 

Undang-Undang Migas No. 2 Tahun 2001 menciptakan ketidakpastian hukum dan peraturan yang ketat, yang pada akhirnya membuat investor enggan melakukan eksplorasi baru. “Ketidakpastian ini menurunkan selera investasi dan berdampak pada stagnasi di sektor energi,” tegas Kultubi. 

Dalam kesempatan yang sama, Profesor Juazir Sumardi (S.H., M.H.) selaku akademisi mengingatkan bahwa untuk mencapai ketahanan energi yang kuat diperlukan diversifikasi dan pengelolaan sumber energi yang lebih efisien.

Oleh karena itu, peraturan seperti UU Migas No. 2 perlu diubah. 22/2001 harus memperkuat peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam eksplorasi dan pengelolaan energi, yang mencerminkan komitmen mereka untuk menciptakan lingkungan yang ramah investasi. 

Pada sesi penutup FGD, Ali Gumilar selaku Ketua FSPPB menekankan pentingnya peran Pertamina sebagai pilar utama dalam menjaga kedaulatan energi nasional. FSPPB juga menekankan pentingnya perubahan Undang-Undang (UU) Migas Nomor 22 Tahun 2001 dalam upaya memperkuat ketahanan energi nasional. 

“Kami sudah lama melakukan pengajuan penelitian secara komprehensif kepada pemerintah dan instansi terkait. Perubahan UU Migas ini merupakan hasil diskusi ekstensif dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk FSPPB dan Ikatan Keluarga Alumni Rem Hannas (IKAL). Perjuangan FSPPB untuk kedaulatan energi sangat sejalan dengan visinya “Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945” (lkf).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top