disinfecting2u.com – Bahrain yang menjadi tuan rumah timnas Indonesia terus membuat takut para pecinta sepak bola Tanah Air. Kontroversi di penghujung pertandingan menggemparkan dunia karena Garuda kehilangan poin. Kontroversi pertandingan Bahrain kontra Timnas Indonesia menunjukkan fanatisme sepak bola yang berlebihan sangat kuat. Hal ini mengingatkan kita pada anggapan bahwa “sepak bola itu seperti agama”.
Hasil pahit Timnas Indonesia melawan Bahrain memunculkan anggapan bahwa “sepak bola itu seperti agama” karena ada beberapa negara yang sangat menggilai sepak bola.
Timnas Indonesia menyambangi Bahrain pada laga Grup C putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Pertandingan berlangsung Kamis (10/10/2024) di Stadion Nasional Bahrain, Riffa, kick-off pukul 23.00 WIB.
Pasalnya, Timnas Indonesia sempat berada di puncak klasemen dengan skor 2-1. Namun keputusan wasit asal Oman, Ahmed Al Kaf sontak menghebohkan dunia sepak bola.
Ahmed Al Kaf memberi isyarat pada menit ke-90+10. menit akhir pertandingan hanya dengan satu peluit. Hal itu terjadi setelah gelandang asal Bahrain itu tertembak pada menit ke-90+9. menit ke gawang Maarten Paes.
Keputusan ini pun memunculkan berbagai spekulasi mengenai laga Bahrain kontra Garuda. FIFA dan AFC pun mengetahui kehebohan tersebut di media sosial.
Menurut pernyataan resmi Asosiasi Sepak Bola Bahrain (BFA), mereka terus menerima hinaan berulang kali. Bahkan ada pula yang berceloteh tentang hakikat agama.
BFA juga menilai perilaku tersebut tidak sejalan dengan nilai dan norma Islam. Mereka juga mengkhawatirkan keselamatan timnas Bahrain. Oleh karena itu, ia meminta agar laga tandang melawan Indonesia dipindahkan ke tempat netral.
FIFA dan AFC akhirnya menyelidiki keputusan wasit Ahmed Al Kaf. Hal ini merupakan upaya Game untuk merebut tiket Piala Dunia 2026 yang masih bebas dari upaya mafia perusakan sepak bola.
Menonton sepak bola itu seperti sebuah agama
Pendapat ini semakin banyak dianut di banyak negara pecinta sepak bola seperti Argentina, Brazil, Kolombia, Timur Tengah bahkan Indonesia. Setiap orang punya cerita masing-masing tentang spekulasi “sepak bola itu seperti agama”.
Sedangkan Brasil mengacu pada sejarah Piala Dunia 2014, dimana negara pecinta sepak bola tersebut menjadi tuan rumah kompetisi tersebut. Mereka percaya bahwa Tuhan akan memotivasi para pemain untuk meraih kemenangan di lapangan.
Hal itu terjadi saat Brasil melakoni laga melawan Kroasia pada 12 Juni 2014. Pemain yang berhasil mencetak gol diyakini ditolong oleh Yesus.
Meski demikian, Brasil menjadi salah satu negara yang identik dengan sepak bola. Spekulasi ini tidak terlalu mengejutkan karena sepak bola adalah kebalikan dari agama di negara ini.
Merupakan hal yang unik bahwa masyarakat Brazil menciptakan sebuah perspektif yang berarti bahwa agama menyusup ke dalam setiap permainan. Para pemain juga kerap menunjukkan perilaku baik di dalam maupun di luar lapangan sebagai ekspresi gaya hidup religius dalam kehidupan berbangsa Brasil.
Pada final Piala Dunia 2002, timnas Brasil berdoa sekaligus berlutut. Beberapa dari mereka bahkan membuat kaos khusus bertuliskan “Aku Milik Yesus.”
BBC mengutip antropolog sosial di Universitas Federal Santa Catarina, Profesor Carmen Rial, pada Sabtu (26 Oktober 2024) dan melaporkan pengalamannya mewawancarai 60 pemain sepak bola Brasil.
Dalam pernyataannya, Profesor Carmen Rial mengatakan bahwa para pemain sepak bola Brasil sangat dipengaruhi oleh agama dalam karier dan kehidupan mereka.
“Pemain sepak bola sangat patuh pada hukum Tuhan, tapi mereka juga menghormati aturan pelatih dan klub. Mereka juga menghargai disiplin yang merupakan faktor yang sangat penting dalam karir mereka. Saya yakin setiap gol yang tercipta akan diikuti dengan rasa syukur kepada Tuhan,” jelas Profesor Carmen Rial.
Adapun sejarah Argentina adalah tentang legenda sepak bola Diego Armando Maradona atau yang dikenal dengan Diego Maradona. Ada yang berspekulasi sosok tersebut merupakan pahlawan asal Argentina.
Dari sudut pandang pahlawan asal Argentina itu, Diego Maradona juga disebut-sebut punya kedudukan di hadapan Tuhan atau dewa. Kisah inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gereja Maradona.
Diego Maradona, pesepakbola ternama dunia, pernah mengucapkan kata-kata tersebut. Isinya antara lain bahwa sepak bola adalah agama dan bukan sekedar olah raga.
Sebagai bentuk pengabdiannya kepada Diego Maradona, sekelompok orang yang menjadi bagian dari ibadahnya mendirikan agama bernama Iglesia Maradonana atau Gereja Maradona di Rosario, Argentina pada tahun 1998.
“Agama kami adalah sepak bola dan seperti semua agama, agama pasti memiliki Tuhan,” Alejandro Veron, anggota Gereja Maradona atau Iglesia Maradoniana, mengatakan kepada The Guardian pada tahun 2008.
“Kami tidak akan pernah melupakan keajaiban yang dia tunjukkan di lapangan dan semangat yang dia berikan kepada kami para fanatik,” lanjutnya.
Iglesia Maradoniana didirikan oleh tiga pendukung Maradona, antara lain Alejandro Verona, Hernan Amez, dan Hector Campomar. Gereja Maradona awalnya memiliki 30 hingga 40 pengikut, namun saat ini memiliki ratusan ribu pengikut dari 130 negara di seluruh dunia.
Seperti halnya di Kolombia, sepak bola juga memegang peranan penting. Faktanya, masyarakat mengaitkan identitas keagamaan pada olahraga ini. Permainan ini akan membawa kegembiraan dan menjadi sarana untuk menghilangkan depresi dan stres.
Fenomena “sepak bola sebagai agama” juga terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Sepak bola telah menjadi olahraga paling populer di wilayah ini.
Dikutip dari Sumantoalqurtuby, Sabtu, Sepak bola tidak lepas dari agama. Beberapa orang di Timur Tengah berspekulasi bahwa ada “agama kedua” dalam sepak bola.
Sepak bola sebagai olahraga menciptakan suasana kegembiraan di masyarakat Timur Tengah. Meski aliran Salafi menekankan bahwa panahan tetap merupakan “olahraga Islami” karena sesuai dengan Sunnah Nabi.
Fenomena ini juga berlaku pada penggunaan stadion sebagai stadion serba guna. Fakta bahwa itu adalah “masjid” memungkinkan mereka berkumpul di satu tempat.
Sedangkan untuk Indonesia, setiap daerah mempunyai basis penggemar sepak bola yang sangat besar. Mereka bahkan menunjukkan fanatisme, yang di Eropa berarti kemajuan.
Karena fanatismenya tersebut, mereka kerap melakukan latihan rutin karena rasa bangga dan kecintaannya terhadap sepak bola. Ibarat kegiatan ibadah yang harus rutin dilakukan setiap hari, bahkan setiap waktu.
Pasalnya, ada beberapa nilai yang tidak bisa dijelaskan secara ajaib ketika berbicara tentang makna fanatisme sepak bola. Perbedaan ini terlihat antara antusiasme terhadap sepak bola dan olahraga lain yang kurang populer.
Suporter juga memegang peranan penting sehingga tingkat fanatisme sepak bola di Indonesia sangat tinggi. Mereka siap membeli tiket, jersey original, dan atribut kebanggaan klub lainnya, meski harganya sangat mahal. Sumbangan uang Anda juga memperkuat identitas Anda sebagai pendukung klub tertentu.
Ada empat klub di Indonesia yang memiliki basis penggemar besar, antara lain Persebaya Surabaya (Bonekmania), Persija Jakarta (Jakmania), Persib Bandung (Bobotoh & Viking), dan Arema (Aremania).
PSS Sleman bahkan berhasil membawa klub tersebut dari Liga 2 ke Liga 1. Tim berjuluk Super Elja ini memiliki basis penggemar ala Eropa dan kerap menunjukkan kreativitasnya melalui koreografi.
(Kebahagiaan)