Pengakuan Jujur Tom Lembong soal Kasus Impor Gula, Ngaku Tak Menerima Fee dan Keuntungan

Jakarta, disinfecting2u.com – Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, kuasa hukum tersangka kasus dugaan korupsi Kementerian Perdagangan terkait impor gula tahun 2015-2016, mengatakan kliennya tidak menerima sepeser pun. uang. Keuntungan diperoleh dari impor gula.

“Dia tidak dibayar, dia tidak mendapat tunjangan sosial apa pun untuk dirinya sendiri atau orang lain. Makanya dia menegaskan tidak ada yang perlu ditakutkan, kata Ari di kantor kejaksaan, Jumat malam, 11 September.

Sementara itu, ia menjelaskan, saat ujian 10 jam pada Jumat (1/11), ia ditanya tentang surat-surat yang ia tulis saat bekerja. Selain itu, dia mengatakan surat yang dikirimkan kepada kliennya juga dipertanyakan.

Namun Ari mengatakan, kliennya selama menjabat Menteri Perdagangan menegaskan bahwa semua kebijakan telah melalui prosedur yang benar dan tidak ada kaitannya dengan kebijakan impor gula.

Dalam kesempatan tersebut, Arı juga menjelaskan, kliennya tidak mengetahui siapa pun yang ditugaskan melakukan impor gula pada tahun 2015-2016.

Berdasarkan informasi yang diterima Kejaksaan Agung, pada Januari 2016, tersangka Tom Lembong menandatangani surat tugas kepada PT Perusahaan Dagang Indonesia (PPI); Surat ini pada intinya menugaskan perusahaan untuk memenuhi stok gula nasional dan menstabilkan harga gula melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri. Kami mengubah gula pasir mentah menjadi hingga 300.000 ton gula pasir putih.

Selain itu, PT PPI telah menjalin perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan tersebut. Jaksa penuntut mengatakan, untuk memenuhi stok gula dan menstabilkan harga, sebaiknya gula kristal putih diimpor langsung, dan yang bisa mengimpor hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT PPI.

Namun atas sepengetahuan dan persetujuan tersangka Tom Lembong, perjanjian impor gula kristal mentah pun ditandatangani. Kedelapan perusahaan yang bertugas mengolah gula kristal mentah tersebut sebenarnya hanya memiliki izin untuk memproduksi gula rafinasi.

Gula pasir putih yang diproduksi delapan perusahaan tersebut terungkap kemudian dibeli oleh PT PPI. Bahkan gula pasir dijual ke masyarakat oleh perusahaan swasta melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp 16.000 per kilogram; ini lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 13.000 per kilogram dan tidak diwujudkan melalui transaksi pasar.

Atas praktik ini, PT PPI mengenakan tarif sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan peserta.

Kerugian negara dari tindakan tersebut sekitar Rp 400 miliar, setara dengan keuntungan delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik BUMN atau PT PPI. (misalnya) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top